Rabu, 18 April 2012

SERI KISAH BUNIAN : HIDUP SERUMAH DENGAN KELUARGA JIN / LIVING AT HOME WITH JINN FAMILY



Suara panggilan HP terdengar berkali-kali yang terletak diatas meja makan. Tak lama seseorang lelaki berwajah keras dan bermata tajam terlihat tergopoh-gopoh mengambil HP tersebut dan terdengar percakapan :
“Assalamualaikum, selamat sore pak..”, terdengar sebuah suara dari dalam HP.
 “Waalaikumsalam, selamat sore juga.. dari mana pak?” Rasyidi menjawab salam si penelpon.
“Saya Ronggo, pak. Tinggal nya di Desa Kalinilam. Mohon maaf, ini betul pak Rasyidi ?” Tanya suara dari handphone yang menyebutkan namanya sebagai Ronggo.
“Benar, pak. Saya Rasyidi. Ada perihal apa pak Ronggo mencari saya ?” Ujar Rasyidi ingin mengetahui kenapa pak Ronggo menghubunginya.

Pak Ronggo menghela nafas, seolah berusaha melepaskan beban selama ini yang menjadi fikirannya. Kemudian ia bercerita kepada Rasyidi melalui handphone, “kami sudah cukup lama membangun rumah di tanah warisan orang tua saya. Dulu tanah tersebut adalah tanah kosong yang di tumbuhi pohon besar dan semak, saat saya dipindahkan tugas ke Ketapang tanah itu diserahkan kepada saya untuk selanjutnya didirikan sebuah rumah tinggal. 

Setelah rumah itu selesai, kami pun menempatinya sekeluarga. Tidak ada hal yang aneh selama menempati rumah baru berdiri, segala adat istiadat dan tatacara dalam menempati rumah barupun telah kami lakukan. Sebulan berselang barulah kami mengalami kejadian aneh-aneh. Semula hanya bayangan-bayangan saja, kami sudah terbiasa dalam pikiran mungkin itu hanya bayangan pohon atau bayangan lain. Selanjutnya mulai terasa mengganggu adalah kami mulai sering bermimpi buruk, bahkan lebih aneh lagi pernah kopi saya baru saja sedikit diminum mendadak air kopi itu habis dengan sendirinya seolah ada yang meminum padahal saya masih duduk disitu. Ada kejadian lagi yang membuat kami sekeluarga bingung.. makanan dan minuman dirumah sering hilang atau habis tanpa ada kami yang memakannya dan akhir-akhir ini anak saya yang bersekolah di SMK sering demam tanpa sebab. Suasana rumah kami pun serasa aneh dan menyeramkan. 

Menurut beberapa tetangga disekitar kami mungkin penyebab nya adalah dulu tanah kami adalah merupakan tanah kosong. Saya berpikirpun seperti yang disampaikan oleh para tetangga, hingga kami berupaya dengan memanggil beberapa orang pintar atau paranormal, tetapi masih juga sering terjadi hingga ikhtiar yang kami lakukan terakhir kemarin  adalah melakukan pengajian di rumah. Walaupun demikian sampai saat ini kejadian aneh masih sering terjadi, tetapi itu upaya yang hanya bisa saya lakukan. Kebetulan di dekat Bandara ada keluarga saya yang  tinggal disana dan bercerita tentang kejadian yang ada di rumah saya. Oleh si tetangga tersebut menyarankan untuk menghubungi pak Rasyidi, karena dulunya pak Rasyidi pernah menolong anaknya yang sering nangis tanpa sebab. Sehingga saya mencoba dan berikhtiar mungkin dengan pak Rasyidilah mudah-mudahan berjodoh untuk mengobati rumah kami ini.”  Panjang lebar cerita dari pak Ronggo kepada pak Rasyidi mengenai permasalahan yang menimpa keluarganya.

Rasyidi manggut-manggut memahami jalan cerita yang dialami oleh pak Ronggo, dari hubungan melalui handphone tersebut ia mampu menampilkan suasana rumah pak Ronggo bahkan dapat melihat lawan bicaranya itu. Bagaikan gelombang televisi saja gambar rumah itu langsung tampak didepan mata Rasyidi. Ruang demi ruang rumah pak Ronggo dijelajahinya hingga tampak lah beberapa sosok mahluk halus yang mendiami rumah itu.

“Baiklah, pak..” Rasyidi berkata setelah memahami kondisi rumah pak Ronggo dan melanjutkan kalimatnya, “ lepas shalat Isya saya akan mampir di rumah pak Ronggo ”.
“Terimakasih pak Rasyidi !“, Pak Ronggo tersenyum setelah mendengar kesediaan Rayidi untuk datang ke rumahnya, ia berkata, “Jika demikian saya akan bersiap-siap untuk nanti malam, sehingga apa yang diperlukan telah ada. Jika boleh saya tahu kira-kira apa yang harus disiapkan pak untuk nanti malam ?” Biasanya sepengetahuan pak Ronggo, selalu ada yang harus dipersiapkan berkaitan dengan mahluk halus, bisa saja jajanan pasar, bunga 7 warna atau 3 warna, paku atau menyan dan lain-lain yang kadang penyebutan nya macam-macam.

Rasyidi berkata melalui handphone kepada pak Ronggo, “ah, saya tidak perlu apa-apa pak. Paling yang saya perlukan tentu ada di dapur rumah bapak ”.
“Ah, benar begitu, pak?” Pak Ronggo masih belum percaya.
“Benar, pak. Bapak jangan berfikir yang rumit, sesuatu semua dengan doa. Bapak tunggu saya saja di rumah.”
“Baiklah pak Rasyidi, sebelumnya saya ucapkan banyak terimakasih atas kesediaannya untuk membantu saya sekeluarga”, ujar pak Ronggo, terlihat dari raut wajahnya. Ia sangat berharap bisa menemukan orang yang cocok dapat mengatasi masalah dalam rumah nya.
“Sama-sama, pak. Saya hanyalah manusia biasa yang berdoa memohon bantuannya agar diizinkan sebagai perantara dalam permasalahan rumah bapak”, Rasyidi pun ikut tersenyum dan menjelaskan posisinya kepada pak Ronggo.
“Iya pak Rasyidi, saya faham. Jika demikian saya tunggu kehadirannya dan mohon maaf mengganggu waktu bapak. Assalamualaikum..!”
“Waalaikumsalam Wr. Wb. Pak Ronggo ”, Rasyidi membalas salam dari pak Ronggo.

Malam harinya selepas Isya dirumah Rasyidi kedatangan 2 orang temannya yaitu Ardo Karyadi dan Ardi. Mereka berdua memang sering bermain ke rumah Rasyidi sejak pertemuan beberapa saat lalu. Rasyidi bercerita tentang kejadian di rumah pak Ronggo kepada Ardo dan Ardi. Setelah mendengar cerita dari Rasyidi, kedua nya minta diizinkan untuk dapat menemani Rasyidi ke tempat tinggal pak Ronggo. Rasyidi pun menyanggupinya. Tak berapa lama mereka bertiga pergi menuju rumah pak Ronggo di Desa Kalinilam.

Perjalanan menuju rumah pak Ronggo ditempuh dari tempat Rasyidi hanya 15 menit, tidak terlalu jauh karena diketapang tidak semacet dan seramai Jakarta atau kota besar lainnya. Mereka sudah ditunggu oleh pak Ronggo sekeluarga. Saat bertemu dengan Rasyidi, Ardo dan Ardi sang tuan rumah Nampak terkejut. Dalam pikiran pak Ronggo yang namanya pak Rasyidi usianya sudah tua dan ternyata masih muda begitu juga dengan Ardo dan Ardi. Ada terbersit dalam lintasan pikirannya, apakah benar pak Rasyidi ini mampu membantunya mengusir yang mengganggu dalam rumahnya ini ? Gelombang pikiran pak Ronggo walau hanya selintas secepat kilat namun seperti sinyal yang dapat ditangkap dan terbaca oleh Rasyidi.

“Saya sebelumnya mohon maaf pak, jika saya tidak seperti yang bapak bayangkan “, Rasyidi berkata sambil tersenyum. Namun pak Ronggo langsung agak memerah wajahnya. Tidak dikira oleh nya, bahwa pikirannya terbaca oleh Rasyidi. Tetapi itu malah membuat ia menjadi yakin akan kemampuan Rasyidi. Dengan agak gugup ia pun berkata, “sa.. saya.. ehem.. justru minta maaf telah meragukan bapak”.
“Ah, tidak apa-apa pak”, ujar Rasyidi. Ia bertanya kepada sang tuan rumah, ”boleh saya ke ruang tengah rumah pak?”
“Silahkan, silahkan pak!” pak Ronggo segera berdiri dan mengajak ketiga tamunya menuju ruang tengah. Mereka pun mengikuti pak Ronggo dan kemudian duduk bersila di ruang tengah bersama dengan keluarga kecil itu.

Setelah duduk bersila Rasyidipun mulai membuka mata bathinnya, demikian juga Ardo dan Ardi yang juga memiliki mata bathin. Dalam pandangan mereka terlihat ada 3 mahluk jin berdiri disudut ruang tengah rumah. Jin tersebut terdiri atas seorang istri dan anak, bentuk tubuh dan wajahnya menyerupai manusia dan tidak seram. Rasyidi mengucapkan salam melalui bahasa bathin kepada Jin lelaki, “Assalamualaikum, jin yang menempati rumah ini !”
“Waalaikumsalam wahai umat Nabi Muhammad “, Jin itu menjawab salam dari Rasyidi. Ternyata Jin itu dapat menjawab salam dari Rasyidi. Jin itu kemudian berkata lagi, “Apa yang membuat mu datang kemari dan bolehkah aku tahu siapa nama yang diberikan ibu bapakmu wahai manusia?”
“Aku yang diberi nama oleh ibu bapak ku dengan nama Rasyidi, aku datang kemari diminta tolong tuan rumah ini pak Ronggo.. yang merasa terganggu oleh karena melihat kamu. Siapakah namamu yang biasa engkau sering dipanggil ?” Rasyidi menanyakan nama jin itu.

“Namaku Reiwe Bloh. Hal ini bukan karena kusengaja Rasyidi, kami juga satu keluarga sudah lama sebelumnya tinggal di tempat ini sebelum didirikan rumah tinggal oleh pak Ronggo. Salahkah kami juga tinggal disini, Rasyidi?” Jawab Jin itu yang selanjutnya kembali bertanya kepada Rasyidi.
“Tidak salah kalian tinggal dimanapun dimuka bumi ini, Reiwe Bloh. Tetapi Manusia lah yang ditugaskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menjadi Khalifah di muka bumi ini. Dengan tidak meninggalkan tatacara dan adat istiadat yang berlaku, manusia telah meminta kalian pindah. Bukankah demikian yang telah dilakukan oleh pak Ronggo sekeluarga?” Rasyidi berkata sambil menatap jin yang bernama Reiwe Bloh itu. Sedangkan yang ditatap hanya bisa tertunduk. Sambil terangguk-angguk seolah membenarkan perkataan Rasyidi, Reiwe menoleh kebelakang dimana isteri dan anaknya berdiri.

Reiwe tahu dan sangat mengerti, ia sendiri beragama Islam mengikuti agama leluhurnya. Disekitarnya rata-rata tinggal kelompok jin yang beragama Islam tetapi ada juga yang beragama lainnya. Jin yang kafir juga sangat banyak dan mereka lebih banyak tinggal didaerah tepi pantai atau muara sungai yang banyak dikenal oleh masyarakat kota Ketapang dengan nama Hantu Laut. Banyak manusia yang juga bekerjasama dengan jenis jin hantu laut ini untuk berlayar atau melaut mencari ikan. Bila ada badai para hantu laut ini lah yang membantu memainkan perahu para nelayan agar tidak tersapu badai. Kadangkala sering juga para hantu laut membantu para majikannya untuk mendapatkan ikan bila tak ada musim ikan. Namun baik manusia yang bekerja sama dengan para jin Hantu Laut dan Reiwe sendiri pasti tahu akibatnya, jika si manusia itu mati maka jasadnya akan diambil si Hantu Laut untuk dibawanya ke sebuah pulau di wilayah kecamatan Kendawangan. Apakah si manusia itu dijadikan apa, Raiwe tidak ingin tahu karena ia sendiri takut akan kekejaman dari jin Hantu Laut.

Reiwe Bloh sebenarnya sudah memahami bahwa pak Ronggo sudah melakukan tata laku dan cara untuk kepindahannya dari tanah tempat tinggalnya yang sudah menjadi rumah manusia. Namun ia merasa betah karena setelah dibangun rumah tinggal manusia (pak Ronggo sekeluarga) hawa atau energi disekitarnya tambah sejuk karena pak Ronggo dan keluarganya taat beribadah dan selalu berdoa kepada Allah SWT. Namun anaknya Reiwe memang bandel, sering usil karena masih anak-anak… jika diingatkan selalu diulanginya lagi. Benar yang dialami oleh pak Ronggo sekeluarga, anaknya itu sering bercanda dan menghabiskan makanan maupun minuman yang ada di rumah pak Ronggo. Terakhir anak pak Ronggo sering demam karena anak Reiwe suka dengan anak pak Ronggo dan dianggap sebagai kakaknya, tetapi anak pak Ronggo tidak mengerti sehingga ia ketakutan akhirnya sering demam.

Rasyidi kemudian melihat keluarga pak Ronggo yang ikut berkumpul, kemudian ia berkata, “Apakah ada yang ingin melihat jin yang tinggal di rumah ini ?”
Semua saling pandang memandang, perasaan mereka bercampur aduk ada yang ragu-ragu, takut tetapi ada juga yang mau tetapi takut. Akhirnya istri pak Ronggo mencoba memberanikan diri, rasa penasarannya ternyata lebih besar dari rasa takutnya. Ia ingin melihat jin yang sering menghabiskan makanan dan minuman di rumahnya itu.
“Biarlah saya yang ingin melihat nya pak..”. Sahut bu Ronggo.
“Sanggupkah Ibu melihat Jin itu?” Tanya Rasyidi kembali, kemudian ia lanjutkan kalimatnya, “jika sanggup silahkan ibu berwudhu sebelum saya transfer penglihatan gaib saya kepada ibu”.
Bu Ronggo pun bergegas untuk melakukan Wudhu seperti yang diminta oleh Rasyidi.

Tak lama muncullah bu Ronggo setelah melakukan Wudhu.
“Silahkan ibu duduk bersila didepan saya..”, Rasyidi berkata, kemudian bu Ronggo pun beranjak  dan duduk bersila di depan Rasyidi. Hati nya agak berdebar-debar.
“Santai saja bu. Bernafaslah dengan teratur dan pejamkan mata sambil membaca “Laila Ha Illalah” berulang-ulang”, Rasyidi mulai memberikan sugesti kepada bu Ronggo dan ia pun mengikuti apa yang disarankan kepdanya. Nafaskan yang tadi menderu karena berdebar perlahan-lahan mulai normal dan stabil.
Rasyidi kemudian berdiri dan ia berdoa memohon izin kepada Allah Yang Maha Kuasa agar diperkenankan mentransfer penglihatan gaib kepada bu Ronggo untuk melihat jin yang ada di rumahnya hanya sementara saja. Tangan nya kemudian memijit beberapakali dengan jempol kanan dan selanjutnya mengusap mata bu Ronggo.

“Coba dibuka matanya bu dan pandanglah yang ada di depan..”, Rasyidi meminta bu Ronggo melihat kedepan nya. Sungguh tak disangka nya, dan ia pun tak siap melihat sosok jin itu.. karena dalam pandanngan matanya ada 3 Jin yang berdiri disudut ruang tengah rumahnya. Bu Ronggo memang belum siap melihat yang kasat mata walaupun bentuk jin itu tidak menyeramkan tetapi tetap berbeda dengan bentuk manusia. Ia tak mengira selama 24 jam setiap hari mahluk itu tinggal bersamanya dan dia tidak tahu. Tubuh bu Ronggo gemetaran dan cepat ditutup matanya dengan kedua telapak tangan agar tidak melihat perwujudan dari jin tersebut.

“Pak.. pak.. to.. tolong saya pak.. saya tak mau melihatnya lagi “, bu Ronggo berkata-kata dengan tergagap meminta agar tidak melihat sosok jin dirumahnya. Dengan sigap Rasyidi pun menarik penglihatan gaibnya pada bu Ronggo dengan cara mengusap wajahnya sekali saja.
“sudah bu.. ibu sudah tidak dapat melihatnya lagi”. Rasyidi tersenyum melihat tingkah bu Ronggo yang ketakutan, suaminya terlihat cemas juga. Ia menghampiri istrinya dan membimbingnya untuk duduk didekatnya.

Rasyidi duduk bersila kembali dan kemudian ia berbicara dengan jin Reiwe Bloh. Sedang bu Ronggo masih ditenangkan oleh suaminya sambil mengurut-urut tangan bu Ronggo untuk memberikan ketenganan agar menjadi kembali santai.
“Hai Reiwe Bloh, engkau sudah lihat bagaimana mereka takut melihatmu. Pindah lah engkau sekeluarga dari rumah ini”. Rasyidi berkata sambil matanya menatap tajam pada Reiwe Bloh.
“Baik Rasyidi, aku mau pindah tetapi aku minta syarat!” Sahut Reiwe Bloh.
“Aku tak dapat memberimu apa-apa padamu Reiwe Bloh. Aku hanya dapat memberi mu air laut!”
“Aku terima, Rasyidi!” Reiwe Bloh menjawab. Air laut hanya sebagai tanda saja untuk mengiringi ia pindah beserta keluarga nya, sama seperti manusia jika ingin pindah rumah.

Rasyidi kemudian meminta kepada tuan rumah untuk disediakan segelas air putih yang di beri garam sehingga terasa asin bagaikan air laut. Pak Ronggo bergegas memenuhi permintaan tersebut, sedang istrinya masih lemas karena masih shok melihat perwujudan jin itu. Tak lama dengan tergopoh-gopoh pak Ronggo memberikan air garam kepada Rasyidi. Kemudian oleh Rasyidi air itu dibacakan doa sebagai penghantar pindah jin Reiwe Bloh sekeluarga dari rumah pak Ronggo. Setelah itu air tersebut diletakkan ditengah-tengah ruangan itu.

“Sllahkan Reiwe..!”, Rasyidi mempersilahkan Reiwe untuk meminumnya. Ardi dan Ardo yang selama ini diam saja dan melihat apa yang terjadi didalam ruangan itu mulai bereaksi berjaga-jaga. Ardi terlihat santai tetapi waspada, sedangkan Ardo terlihat tegang dengan tangan terkepal. Mungkin gaya masing-masing jika dalam suasana kritis. Karena bisa saja jin itu menolak dengan mendadak, sehingga Ardo dan Ardi bersiaga.

Jin Reiwe Bloh dan keluarganya beranjak mendekati air yang telah disediakan oleh Rasyidi, mereka meminum air itu secara bergantian. Setelah meminum mereka duduk bersila didepan Rasyidi. Dengan gerakan tangan Rasyidi melakukan gerakan memutar tiba-tiba tangannya menjangkau tubuh jin Reiwe Bloh, Istri dan anaknya… satu persatu mereka lenyap terhisap oleh tangan Rasyidi. Ternyata Rasyidi memasukkan mereka ke dalam tubuhnya. Namun sebelum mereka ditarik, Rasyidi telah meminta pendamping nya untuk keluar dari tubuhnya, karena jika masih ada pendamping dalam tubuh Rasyidi tentu jin Reiwe Bloh tak dapat ditarik masuk.

Rasyidi kemudian berdiri, ia beranjak keluar dengan diikuti oleh Ardo dan Ardi, ia berjalan keluar rumah dan berjalan kea rah sebuah pohon yang agak besar dipinggir jalan besar dekat rumah pak Ronggo. Tangan nya ditempelkan kepada pohon tersebut, maka pindahlah jin Reiwe Bloh di pohon tersebut. Sejak saat itu Jin Reiwe Bloh pun memang tak pernah datang lagi ke rumah pak Ronggo. 

Rasyidi bersama teman-temannya kembali ke rumah pak Ronggo dan duduk kembali di ruang tengah dan  menikmati kopi yang telah disediakan oleh tuan rumah. Pak Ronggo kemudian bertanya kepada Rasyidi apakah rumah nya sudah terbebas dari jin tersebut. Rasyidi pun menceritakan apa yang terjadi mulai dari awal hingga akhir. Setelah berbincang-bincang sejenak, mereka berpamitan untuk pulang kembali ke rumah Rasyidi.

Masih ditempuh selama 15 menit dari tempat pak Ronggo ke rumah Rasyidi. Mereka bertiga telah duduk kembali dan berbincang –bincang mengenai apa yang telah dialami tadi ditempat pak Ronggo. Tiba-tiba terdengar suara handphone Rasyidi… Ternyata ada yang meminta pertolongan nya malam itu juga.

Siapakah yang meminta pertolongan kepada Rasyidi ?
Ada permasalahan apa ? 
Apa yang akan dihadapi nya ?
Nantikan kisah nya… hanya di http://portalpurba.blogspot.com

7 komentar:

  1. Terimakasih Pak Rasyidi jg Abu2...yg telah membuka wawasan baru...:)

    BalasHapus
  2. Bang Agus Yuzar
    Sama-sama bang Agus, saya juga ucapkan atas dukungan nya. Termasuk saudara-saudara kita di Grup Seri Kisah Bunian.

    BalasHapus
  3. Trima ksihh yhh,,buat Abu" informasi dan cerita yg bagus,jin'y nurut bgt. ,,pak rasyidi jga baik
    *fara*

    BalasHapus
  4. Fara :
    Memang tidak semua Jin itu menuruti apa kata kita. Tetapi Jin juga sama seperti kita. Kisah ini memang kisah nyata tidak direkayasa.
    Setiap bersinggungan dengan Jin ataupun Manusia kami selalu mengutamakan dialog.
    Banyak dari kita sendiri sudah tersugesti bahwa jika sakit/timbul permasalahan selalu diselesaikan tanpa melihat akar permasalahan.

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  6. Bang abu apa kbr?sehat selalu ya bang,kisah nyata yg baik utk di ambil pelajaran..thanks bang abu

    BalasHapus

SERI KISAH BUNIAN : KERAJAAN BAWAH AIR / HIKAYAT KANJENG RATU (SERI IV)

MENDUNG DI LANGIT PAJAJARAN (1) Pagi itu juga, Purgabaya Jalak Suta tak ingin berlama-lama meninggalkan Pajajaran. Tugas y...