Minggu, 26 Agustus 2012

SERI KISAH BUNIAN : KERAJAAN BAWAH AIR / HIKAYAT KANJENG RATU ( SERI III )



Proolog



Tiupan Pertama, Tiupan Guncangan



Allah berfirman:
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang dilangit dan di bumi, kecuali siapa-siapa dikehendaki Allah. Dan mereka semua akan datang menghadapnya dengan merendahkan diri.”
(An Naml: 87)


Tiupan ini akan mengguncangkan bumi seguncang-guncangnya, mendatarkan gunung dengan bumi selumat-lumatnya, meletuskan gunung-gunung dengan sangat sehingga menjadi debu yang bertebaran, membuat laut-laut saling beradu dan mengeluarkan api yang menyala, langit akan pecah secara luar biasa dan hilanglah hukum grafitasi yang biasa kita kenal, bintang-bintang berjatuhan, planet-planet saling bertubrukan, bersatulah matahari dengan bulan dan hilanglah cahaya benda tersebut, setelah itu keadaan alam semesta kembali seperti sebelum Allah menciptakannya yaitu hanya berupa kabut dan gas (asap).


Allah berfirman:
”Hai manusia, bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya guncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang amat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan ini; lalai lah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusukannya dan gugurlah semua kandungan seluruh wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka semua tidak mabuk, akan tetapi adzab Allah itu sangat kerasnya.”
(Al Hajj: 1-2)






WARGA KEHORMATAN



Di antara mereka ber-tajassud kepadaku di bumi,
yang lainnya ber-tajassud di udara.
Di antara mereka ber-tajassud di manapun aku berada,
yang lainnya ber-tajassud di langit.
Mereka mengajariku dan aku pun mengajarinya.
Namun, keberadaanku tidak sama.
Aku tetap di dalam entitasku.
Mereka tidak tetap dalam entitasnya.
Mereka menjelmakan diri dalam berbagai bentuk.
Seperti air yang masuk di dalam cangkir yang berwarna.
(Ibnu Arabi, Futuhat Al-Makkiyah, Juz 1 h 735)




Setelah melakukan Shalat Isya, Abu Abu duduk termangu... sudah dua seri kisah tentang Kerajaan Bawah Air yang diterbitkan dalam blog yang merupakan tugasnya dari Kanjeng Ratu untuk meluruskan cerita yang beredar di masyarakat tentang keberadaan Kerajaan Bawah Air. Ia merasa masih ada sesuatu yang kurang dalam kisah Kerajaan Bawah Air, yaitu hikayat Kanjeng Ratu itu sendiri dan hal ini telah disampaikan Abu Abu kepada Ardi, Pak Haji Guru besar dan Putra Mahkota Kerajaan Bawah Air. Namun Kanjeng Ratu berpendapat lain, masih harus menunggu waktu..

Entah mengapa Kanjeng Ratu berkeberatan jika saat itu Hikayat hidupnya disampaikan .. apa yang harus ditunggu ? Pikir nya.....

Hari-hari berlalu, minggu pun ketemu bulan..... malam jam 22.00 malam.. sebuah mobil Nissan Pajero Sport terbaru dengan warna hitam mengkilat berhenti di depan rumah Abu Abu. Tampak seorang lelaki muda turun dari mobil tersebut.

Tok...tok..tok....

“Assalamualaikum......!”

Lelaki itu mengetuk pintu tempat tinggal Abu Abu, rumah kontrakannya agak disudut kampung dan sangat sepi sejak mulai maghrib....
Terdengar suara sandal terseret, berarti Abu Abu tidak tidur ... pikir lelaki itu.

“Waalaikumsalam....

Pintu rumah pun terbuka, terlihat wajah segar dan dengan senyum menyambut kedatangan lelaki itu. Namun sesaat kemudian kening nya terlipat walau sejenak saat melihat ada mobil mewah di depan halaman rumahnya...

“Mencari siapa ya, bang.... ?”

Tanya si tuan rumah kepada tamu nya.... ia merasa belum kenal. Lelaki itu masih berusia sekitar 24 tahun ke atas, masih muda dan terlihat sopan. Sehingga Abu Abu hanya heran saja tidak was-was. Karena kalau di kota besar bisa saja ada penculikan atau kejahatan lainnya.

“Menjemput abang beserta rombongan untuk mengikuti acara di Padang12, bang...”

Lelaki muda itu menjawab pertanyaan Abu dan mengusir keraguan yang masih terlihat di wajah tuan rumah yang akan dijemputnya.... . Seraut wajah manis dari Asri ikut mendengarkan dan mencubit pinggang abang nya seraya berkata....

Iya bang, khan bang Ardi udah sms tadi..... jangan lupa pake jas bang...

Lumayan kuat cubitan Asri kepada abangnya.... Abu Abu hanya mengangguk sambil meringis.

Oh, ya.... silahkan masuk dulu. Saya akan bersiap sebentar...

Abu Abu kemudian mempersilahkan tamunya untuk menunggu di ruang depan, sementara sang tamu di temani oleh Pangeran Utama dan Pangeran Selempang Kuning yang telah siap lebih dahulu dan sudah mengetahui akan ada jemputan untuk mereka. Kedua Pangeran itu telah memakai pakaian kebesaran mereka masing-masing sesuai dengan asal mereka. Pangeran Utama dengan ciri khas dari Kerajaan Bawah Air dan Pangeran Selempang Kuning bercirikhan dari Kerajaan Paloh.... mereka semua ikut juga dalam undangan Raja mengiringi Abu Abu....

Setelah tamu nya duduk... bukan di kursi tamu tetapi duduk dilantai bersila.... Abu Abu orangnya sederhana dan ia memang tak pernah beli kursi karena ia sering berpindah-pindah kontrak rumah.... menurutnya dengan adanya kursi nanti akan merepotkannya jika ia pindah rumah lagi.

Wajarlah jika Abu Abu merasa terkejut bercampur senang, karena biasanya acara kenegaraan yang diundang adalah hanya orang-orang tertentu yang memiliki pangkat tinggi di Kerajaan tersebut. Andaikata manusia dari alam nyata tentulah merupakan manusia pilihan. Walaupun ia bingung kenapa ia sampai diundang, tetapi karena rasa senangnya yang besar lah menutupi rasa ingin tahunya kenapa ia diundang oleh Raja.

Segera berganti pakaian dengan setelan jas, Asri pun ikut menemani abangnya dengan gaun yang cukup indah. Sebelum nya pada pukul 19.00 WIB. Pak Rasyidi dan Ardi juga telah dijemput oleh utusan dari Kerajaan Padang12 dengan diiringi oleh 8 dara dengan honda Jazz berwarna biru terang yang mengikuti dibelakang mobil kerajaan..... diatas mobil-mobil tersebut mereka diiringi juga oleh ke-7 Bidadari dari Kerajaan Atas Langit yang terbang dengan awan putih di kaki mereka... hingga saat di jemputnya Abu Abu, mereka sudah berada di balairung Kerajaan.....

Setelah siap mereka semua pun berangkat dengan mobil jemputan khusus tersebut. Dalam kisah ini yang berwujud nyata hanyalah Abu Abu, sementara yang lainnya adalah gaib atau tak nampak dilihat oleh mata biasa, namun mobil dan penjemputnya nampak secara kasat mata. Tetapi setelah Abu Abu memasuki mobil dan saat berbelok ditikungan jalan... mobil Pajero itu pun kembali raib dan memasuki dimensi alam Manusia Bunian Kebenaran..

Rumah dipojok kampung itu pun kembali senyap dan sepi.... hanya suara jangkrik dan kodok bersahut-sahutan seolah mendoakan keselamatan dalam perjalanan Abu Abu ke negeri Kerajaan Padang12.

Perjalanan menuju Kerajaan Padang12 ditempuh lebih kurang 15 menit dan mereka telah sampai di pos penjagaan ring 1 Kerajaan. Dengan memperlihatkan kartu undangan tersebut rombongan dapat memasuki hingga ring utama pejagaan kerajaan. Memang sangat ketat sekali penjagaan tersebut...

Penjagaan itu tidak hanya di darat, tetapi di laut dan diudara juga dijaga super ketat. Saking ketatnya salah seorang warga grup FB Seri Kisah Bunian yang sering berjalan melintasi dunia ghaib hanya di perbolehkan singgah di luar ring 1. Namun disisi lain ada juga warga SKB (Grup FB Seri Kisah Bunian) yang bahkan merupakan undangan layaknya pak Rasyidi, Ardi dan Abu Abu.

Seperti di film-film suasana undangan yang hadir kala itu. Abu Abu terasa sangat kaku dan malu, ia belum pernah mendapat undangan resmi seperti bertemu dengan pembesar-pembesar di kota tempat tinggal nya.... ini malahan undangan dari Kerajaan yang selevel dengan undangan kenegaraan. Ciut juga nyalinya....

Pangeran Selempang Kuning menepuk pundak kanan-nya dan berkata...

“Bersyukur dan berdoa lah kepada Yang Maha Kuasa atas kesempatan yang diberikan kepadamu cucu ku.... “

Ia hanya mengangguk, walau tubuhnya masih terasa gemetar dan disampingnya... Asri tersenyum melihat kelakuan abang nya itu. Namun semua rasa canggung itu tak lama dirasakannya... karena ia telah dihampiri oleh pak Rasyidi dan Ardi. Mereka juga menggunakan jas seperti dirinya.... merekapun ber-tiga berbincang-bincang di balairung istana.

Undangan yang datang menurut Ardi adalah para Raja dan Ratu dari kerajaan sahabat di seluruh negeri serta orang-orang seperti mereka dari Kerajaan sahabat...

Abu Abu hanya manggut-manggut, pantas sangat ramai dan penuh dengan mobil-mobil mewah dan penjagaannya pun super ketat, mengalahkan ketatnya jika Indonesia kedatangan Presiden Amerika.

Mendadak Asri mendekati abang nya dan berkata, “Bang... , Asri sama kakak 8 dara ke tempat pengiring undangan ya...”.

“Oh, ya... memang di bedakan kah tempatnya dik ?”

“Iya bang,.... eyang Pangeran Selempang Kuning dan Pangeran Utama juga ditempat yang berbeda...”

Abu Abu bingung, hanya mengangguk saja.

“Santai saja...”, ujar pak Rasyidi.

“Benar.... kita ditempat tersendiri nantinya...”, sahut Ardi.

“Acara apa sebenarnya pak ?” Tanya Abu Abu kepada pak Rasyidi.

Yang ditanya tersenyum saja, namun Ardi sambil menepuk pundak temannya dan berkata :

“Ini adalah upacara khusus penerimaan warga kehormatan di Kerajaan Padang12..”

Abu Abu terhenyak kaget dan seolah tak percaya seraya berkata, “kita diangkat jadi warga kehormatan kerajaan Padang12, bang.... ?”

Asri dan 8 dara telah bergerak menempati tempat yang di khususkan untuk pengiring, Pangeran Selempang kuning dan Pangeran Utama juga pindah berkumpul di tempat khusus untuk undangan para Raja. Disana Ibunda Kanjeng Ratu dan Ayah Asri serta orang tua para 8 dara serta Ayah dari para bidadari di tempat paling depan....

Abu Abu, pak Rasyidi dan Ardi serta beberapa undangan lain yang khusus diangkat menjadi warga kehormatan berkumpul jadi satu dan di tempatkan agak kedepan dari undangan para Raja dan Ratu kerajaan sahabat dari Kerajaan Padang12 dan berhadapan dengan undangan dari pejabat penting di lingkungan Kerajaan Padang12 serta kerajaan undangan atau sahabat.

Mereka yang diangkat jadi warga kehormatan tidak hanya untuk jadi warga di Kerajaan Padang12 saja tetapi dari Kerajaan lainnya juga ada. Sehingga acara nya dijadikan satu tempat, entah kenapa. Namun kalau ditinjau dari sisi rasional pikiran mereka bertiga adalah... mungkin untuk menyingkat waktu dan penghematan atau persatuan di negeri ini sangat erat dan berbeda dimensi dengan tempat asalnya tinggal. Entah lah.....

Semua undangan dan pejabat istana yang hadir berjajar berdiri sangat rapi, ada beberapa orang yang bertugas untuk mengatur para undangan yang hadir.

Singkat cerita, setelah kehadiran para Raja dan Ratu dari Kerajaan sahabat sudah lengkap dan menempati kursi yang disediakan... terdengar suara gong yang menandakan kehadiran Raja Kerajaan Padang12 bersama Ratu dan keluarganya dengan diiringi para dayang-dayang dan para Menteri.

Acara yang digelar mirip seperti acara-acara kenegaraan, namun disini terasa lebih khidmat. Dengan dimulai dari doa kemudian acara kata sambutan dan dilanjutkan oleh penyerahan secara simbolis kunci dimensi oleh sang Raja kepada 1 orang lelaki dan 1 orang wanita dari kelompok yang diangkat jadi warga kehormatan. Dimana kunci tersebut adalah mewakili kemampuan yang diangkat untuk dapat keluar masuk antar dimensi Alam Manusia Bunian Kebenaran dan alam Manusia Biasa yang kasat mata.

Setelah itu acara ditutup dengan pembacaan doa lalu ucapan selamat dari para Raja dan Ratu, pejabat penting kerajaan dan para pengiring.... terakhir ramah tamah.

Kunci dimensi bukanlah sebuah mata kunci yang berbentuk dan berwujud, tetapi itu merupakan sebuah simbol bahwa yang diserahkan adalah semacam kemampuan untuk melintas dimensi. Mereka yang terpilih untuk mampu melintasi adalah orang-orang yang hati dan pikirannya bersih lahir bathin, teguh dalam menegakkan kebenaran dan menjunjung tinggi perintah-Nya serta larangan-Nya. Tentunya mereka telah di izinkan-Nya untuk menerima kelebihan tersebut, tanpa izin-Nya mereka tak akan mampu melintasi ruang dan waktu.

Negara maju sudah lama mempelajari tentang ruang dan waktu, yang di kenal dengan nama Stargate Project. Bukan suatu yang mustahil jika Tuhan menghendaki, ingat akan kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW atau kisah Nabi Sulaiman dengan singgasana Ratu Balqis dari Negeri Saba yang berjarak 2.000 km... ? Atau kisah pemuda yang tertidur selama 309 tahun lamanya.....

Begitu juga dengan Abu Abu, pak Rasyidi serta Ardi.... mereka memiliki kunci dimensi dan mampu melintasi ruang dan waktu dalam sekejap.

Apa yang dialami oleh mereka bertiga... setelah menjadi warga kehormatan di Negeri Kerajaan Padang12 ? Bagaimanakah kisah sebenarnya dari Kanjeng Ratu Bawah Air ?


(Terima kasih atas saran dari Andi Kurniawan....yang ikut memperhatikan kata dan ucapan yang berulang-ulang demi keabaikan penulisan cerita ini...)




(bersambung)







DUTA KHUSUS
KERAJAAN BAWAH AIR



semilir angin laut yang berhembus
membawa seribu berita
bayangan kisah masa lalu yang penuh warna
turut serta terbawa sang angin menempuh perjalanan panjang
ku titipkan sebuah rahasia kisah pada sang angin
menembus batas-batas tirai dimensi





Masih dalam menunggu saat yang tepat apakah akan keluar cerita Hikayat Kanjeng Ratu, maka terjadilah beberapa kejadian yang salah satu nya adalah munculnya kisah Manusia Harimau Seri 1 dan Seri 2 dan kisah-kisah yang tidak dapat dikisahkan disini .... hingga Abu Abu dan Ardi menjadi warga di Kerajaan Padang12.

Setelah selesai menunaikan shalat maghrib, si mas kedatangan teman karibnya... Abu-Abu dan Ardi.... mereka berbincang di ruang tamu.

Ardi berkata pada si Mas..

“Kedatangan kami berdua ada yang ingin disampaikan dan dititipkan....”

“Kok serius sekali.... ada apa ? Ada permasalahan baru ?” Tanya si Mas...

Ardi menoleh sejenak kepada Abu Abu yang hanya mengangguk saja mempersilahkan Ardi untuk bercerita kepada si Mas tentang niat mereka.

“Kami berdua berencana pergi dan tinggal di Kerajaan Padang12...”.

Garis di kening si Mas bertaut sambil memandang Ardi dan Abu berganti-gantian...

“Yang bener ?....” Si Mas terheran-heran, sepengetahuannya itu adalah cerita rakyat di Kota Ketapang saja...

“Benar sekali...”. Abu Abu membuka suara dan berkata kembali, “silahkan bang Ardi melanjutkan...”.

Ardi kemudian menceritakan kepada si Mas tentang kepergian mereka ke Kerajaan Padang12 beberapa waktu yang lalu. Mereka diundang ke Kerajaan Padang12 dan diangkat menjadi warga kehormatan.... setelah mempertimbangkan beberapa hal dan menyelesaikan segala urusan mereka sepakat akan pindah dan menetap di Kerajaan.

“Oh, begitu... saya paham... walau masih bingung mendengar ceritanya.... “, ujar si Mas.

Abu Abu yang tadi nya duduk bersandar, sekarang agak serius dan mulai berbicara ...

“Ada permintaan saya kepada Mas... mudah-mudahan hal ini dapat membantu saya untuk dapat pindah kesana...”.

“Insya Allah, jika saya mampu...”.

“Saya minta bantu menggantikan menjadi admin di Group SKB...”.

“Hehehe, bisa sih bang.... tapi saya khan kemampuan supranaturalnya dibawah rata-rata..”

“Nanti saya dan teman-teman membantu...”.

Si Mas terlihat bimbang, dalam hatinya bertanya... jika mereka berdua pindah ke alam yang berbeda dengan dirinya dan sepengetahuannya penduduk Kerajaan Padang12 jarang berinteraksi dengan penduduk dunia nyata ... bagaimana bisa membantu ? Ia sendiri merasa tak memiliki kemampuan seperti kedua teman akrabnya itu.

Mengenai interaksi dengan manusia lain... sebenarnya sangat sering terjadi dan bahkan mungkin tiap hari, hanya orang-orang yang memiliki kemampuan lebih yang mampu membedakannya antara manusia biasa dan manusia dari alam kebenaran. Si Mas belum mengalami dan tak memiliki kemampuan seperti itu... tetapi kebesaran Tuhan juga lah yang akan membuat pengecualian jika berkehendak... .

Abu Abu memahami kebimbangan temannya..

”Yakin saja.., teman lain baik yang nampak maupun yang tidak nampak akan membantu... . Kemampuan dan kesempatan sebagai admin di SKB.... jika kami lihat hanya ada pada posisi Mas...”.

Ardi mengangguk seolah membenarkan dan juga memberikan keyakinan atas ucapan rekannya dan berkata....

“Mas saya lihat sangat suka dengan bidang IT dan sesuatu hal yang baru dibanding rekan-rekan kita lainnya. Ya, sisi pas pengganti bang Abu ada pada Mas deh....”.

Abu Abu menganggukkan kepala membenarkan apa yang dikatakan Ardi.. sedangkan yang dipinta menjadi Admin menatap kedua rekannya yang terlihat berharap memintanya untuk menjadi Admin grup...

“Baiklah, bang Abu dan bang Ardi..... saya setuju dan tentu saja minta didampingi dalam perjalanan jadi Admin SKB. Karena terus terang saya sendiri seandainya di uji atau di tes kemampuan menjadi admin pada sebuah grup yang berisikan orang-orang yang memiliki kemampuan supranatural tentu saja beresiko untuk diri sendiri ataupun keluarga....”.

Si Mas menyanggupi tetapi meminta juga dukungan penuh dari rekan-rekan lainnya selain Abu Abu dan Ardi.

“Mas akan dilindungi oleh para sesepuh dan dari MBK tentunya... dan Pangeran Utama serta Asri juga akan berada di rumah ini.... ,” ujar Abu Abu.

“Tetapi saya belum bisa berkomunikasi dengan mereka bang..”.

“Dalam perjalanan waktu, nantinya akan dapat berkomunikasi kok...”.

“Ya, hehehe.... kalau boleh nanya siapa lagi yang nanti ada di tempat saya ?”

“Sax, juga akan menemani Asri di tempat Mas....”.

Setelah itu malam merangkak naik, tetapi mereka bertiga semakin asyik bercerita apa saja dan pembicaraan mereka terlihat biasa saja tidak seserius awal bertemu, sudah terdengar gelak tawa mereka disela-sela pembicaraan.

Harum wangi cendana yang lembut tiba-tiba menyeruak dalam perbicangan si Mas, Abu Abu dan Ardi.....

“Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh.... “.

Terdengar suara salam yang lembut dan halus teriring dengan harum wangi cendana.... hanya Ardi dan Abu Abu yang mendengar salam tersebut... mereka berdua serentak dalam bathin menjawab salam dari sesepuh Manusia Bunian Kebenaran Kerajaan Padang12 yang tiba-tiba hadir di ruangan tamu.

“Ada pak Haji Guru Besar...”, Ardi memberi tahu si Mas... ia hanya mengangguk dan mengucap salam juga dalam hati.

“Apa khabar pak Haji ?” Ardi bertanya kepada sesepuh saat beliau telah duduk disebelah nya.

“Alhamdulillah, baik.... tentunya disini semua demikian juga.... “.

“Kami semua baik juga....”, Ardi menjawab.

Pembicaraan disini antara Ardi, Abu Abu dan Pak Haji Guru Besar merupakan pembicaraan secara bathin.

“Kita akan kedatangan tamu dari Kerajaan Bawah Air..”’ ujar pak Haji selanjutnya.

“Oh, berita apa yang dibawa dari Kerajaan Bawah Air ?” Tanya Abu Abu.

“Kita tunggu saja...”. Kata pak Haji Guru Besar..

Sementara itu datang ke rumah si Mas 8 dara, Asri dan Pangeran Utama serta tak lupa dengan berjalan santai dibelakang mobil para MBK itu seekor harimau purba yang sangat besar yang tubuhnya mengeluarkan harum tumbuhan pandan dialah Sax.

Mereka semua langsung berkumpul di ruang tengah dan duduk di depan TV, sedangkan Pangeran Utama dari Kerajaan Bawah Air ikut berkumpul dan duduk disebelah pak Haji Guru Besar....

Saling sapa antara Pangeran Utama dan yang telah hadir duluan di ruang tamu itu berlangsung singkat....  karena tidak lama kemudian terasa getaran yang sangat kuat yang dirasakan oleh setiap yang hadir di rumah itu. Getaran itu merupakan gelombang energi yang terpancarkan oleh tamu mereka yang di tunggu-tunggu.

Walaupun Pangeran Utama dari Kerajaan Bawah Air dan Putra tertua dari Kanjeng Ratu, tetapi kapasitas nya saat ini hanya penerima tamu dari utusan Ibunda nya....

Langit malam yang cerah yang dihiasi gemerlap cahaya bintang tersobek oleh segurat cahaya putih kebiruan yang melesat kecang dari arah kota Ketapang... sejenak kemudian saat berada di atas rumah si Mas mendadak cahaya itu berhenti dan turun ke bumi.... dari balik cahaya itu menjelma sesosok lelaki berpakaian ala senopati jaman dahulu.

Seperti biasa salam terucap dan salam berbalas, ternyata benar... yang datang adalah seorang Duta Khusus dari Kerajaan Bawah Air. Tamu tersebut dipersilahkan duduk oleh pak Haji Guru Besar.

Silahkan duduk mas Senopati....

“Terimakasih...!” Ucap Senopati sambil bergeser untuk duduk disebelah pak Haji Guru Besar.

Salam dari Kanjeng Ratu untuk semua yang hadir disini....

Sang Duta Khusus memulai kalimatnya setelah duduk. Dia melanjutkan kata-katanya...

Saya menyampaikan surat dari Kanjeng Ratu untuk bang Ardi...... “.

Sang Duta kemudian mengeluarkan sebuah gulungan kertas dari balik baju nya. Dia beringsut mendekati Ardi dan dengan kedua belahtangannya menyerahkan sebuah gulungan... sepertinya adalah sebuah surat khusus....

Silahkan, bang....”, ucap sang Duta...

Ardi menerima dan mengangguk lalu berkata :

Terimakasih, Senopati....”.

Gulungan itu ternyata sebuah surat.... dalam surat itu ada sebuah logo atau stempel khusus yang menandakan surat itu adalah resmi dari Kanjeng Ratu. Ardi membuka dan membacanya dengan sangat serius,... setelah membaca surat itu, ia pun berkata kepada yang hadir di ruangan itu..

Saya sudah membaca surat dari Kanjeng Ratu Bawah Air dan memahami isi dari surat itu... dikatakan oleh beliau bahwa mengirim utusan / duta khusus yang akan menceritakan kepada kita kisah awal hingga terbentuknya Kerajaan Bawah Air. Sang Senopati inilah yang akan menceritakan dan akan bertanya jawab dengan kita semua, mengingat Sang Senopati juga dulunya adalah pengawal setia Kanjeng Ratu Bawah Air sewaktu menjadi puteri di Kerajaan Pajajaran....

Bagaimana kah cerita sebenarnya tentang Kanjeng Ratu Bawah Air ? Banyak versi yang menceritakan ihwal beliau...  Nantikan cerita berikutnya yang menguak intrik dan rahasia di dalam riwayat seorang putri yang teraniaya yang tidak pernah di ungkapkan atau diceritakan oleh siapapun.... inilah kisah sesungguh nya ....



(Bersambung)




KADITA SANG ABHISEKA
(PENGGANTI RAJA)


Angin malam berhembus membawa udara dingin, membuat seluruh rakyat di sebuah kerajaan menjadi semakin lelap dalam pelukan malam... semakin tebal lah kain yang menjadi selimut tubuh agar tidak terlalu dingin dan semakin orang-orang pulas tertidur.

Para prajurit kerajaan yang bertugas menjaga keamanan kerajaan pun semakin menggigil terkena udara malam yang dingin.. ada yang bersidekap tetapi ada juga yang membakar kayu api untuk penghangat di pos jaga mereka... mereka pun sudah malas untuk berbincang lagi dan bersenda gurau.. lebih banyak bergelut dengan rasa kantuk dan khayalan masing-masing.

Sementara itu di kamar peraduan sang Raja, seorang lelaki yang bertubuh tua namun masih terlihat gagah sedang berdiri menghadap jendela dan menatap kejauhan wilayah Kerajaan yang dipimpin nya, dialah yang di kenal sebagai Raja Munding Wangi. Guratan wajahnya terlihat lelah dan letih, namun pancaran wibawa sebagai seorang raja masih terlihat jelas... walau saat itu banyak orang terlelap dalam pelukan malam dan menikmati istirahatnya yang tenang, sang raja justru sebaliknya... hati dan pikirannya tercurah kepada keluarganya... karena nanti didepan rakyat dan para tamunya yang dari pelbagai kerajaan sahabat akan diundang hadir untuk sebuah acara penunjukkan calon pengganti dirinya.

Ia akan menetapkan sebagai pengganti dirinya adalah Putri Kadita yang lahir dari pernikahannya dengan Sang Permaisuri Dewi Sekarwati. namun seharian ia didampingi selir nya yang telah memberi kan seorang putri juga yang bernama Putri Junjung Kedaton. Dalam deretan usia para keturunannya dari Permaisuri dan selirnya, yang tertua adalah Putri Kadita yang lahir dari permaisuri, ke-2 seorang putri yang di beri nama Putri Junjung Kedaton (lahir dari Selir) dan yang ke-3 adalah Putri Arimbi Ambarwati yang lahir dari Dewi Sekarwati

Dari ke-3 putrinya, yang dianggapnya siap memimpin kerajaannya kala itu adalah Putri Kadita.... sang putri wataknya mirip sang raja, teguh pendirian dan senang dengan dunia pemerintahan serta dapat memberikan ide-ide segar dalam setiap permasalahan dalam pemerintahannya. Sementara Putri Junjung Kedaton mempunyai watak yang keras juga dan tidak tetap pendiriannya dan yang terakhir Putri Arimbi Ambarwati tidak begitu senang dalam dunia pemerintahan.... Namun Ibunda dari Putri Junjung Kedaton menginginkan dari keturunannya kelak menjadi pewaris tahta.

Tengah malam telah lewat, ingatan sang raja kembali pada kejadian sore di tamansari.. Raja Munding Wangi sedang duduk di taman sari didampingi oleh para abdi setianya.... ia menikmati indah nya suasana sore itu. Diujung pintu masuk taman sari tampak Ibunda Putri Junjung Kedaton yang bernama Dewi Nawang Sari berjalan menuju sang raja yang sedang duduk.... setelah dekat ia menghaturkan sembah kepada suami dan rajanya itu dan kemudian duduk disampingnya....

Dewi Nawang Sari memulai pembicaraan dengan suaminya....

“Kanda Prabu, indahnya tetumbuhan yang hidup subur di taman sari, kumbang dan kupu yang terbang hilir mudik mencari makan tampaknya sungguh membuat kanda raja bahagia....”

Raja menarik nafas dan dia tersenyum sambil berkata, “Benar sekali, saya bahagia dan bersyukur masih dapat menikmati keindahan persada ciptaan Sang Hyang Widhi...”.

“Namun yang hamba lihat yang membuat kanda prabu bahagia tentu bukannya keindahan taman sari ini. Tentu hal lainnya yang menjadi sumber kebahagiaan.... “, pancing sang selir kepada rajanya. Ia sebenarnya mengetahui bahwa yang menyebabkan sang raja bahagia adalah keputusan bulat nya akan menahbiskan Putri Kadita sebagai Abhiseka. Dalam setiap pertemuan atau makan bersama sang raja sering menyebut-nyebut nama Putri Kadita yang memiliki kecantikan sebagaimana ibundanya yang cantik jelita serta memiliki kemampuan kepemimpinan yang melebihi sang raja. Tetapi sang raja tak pernah menceritakan bahwa Putri Kadita adalah keturunan dari kerajaan langit atau dari Kerajaan Kahyangan langsung, karena ibundanya adalah sesungguhnya putri ke-2 dari Raja Kahyangan.

“Ya, dinda ...... saya ingin melepaska rasa penat di jiwa oleh tugas didunia ini dan ingin kembali dekat dengan Sang Hyang Widhi dan mengamalkan ajaran Nya...”. Mata sang raja menerawang jauh dan bibirnya tersenyum bahagia. Sang raja ingin lengser keprabon dengan tanpa ada pertikaian, sesaat kemudian senyum dibibirnya kembali datar dan menghela nafas panjang. Beberapa waktu lalu dalam ruang meditasi nya ia telah menerima semacam pertanda dan ia telah membicarakan kepada penasihat spiritual kerajaan yang bernama Mpu Tunggah.

Pertanda yang terlihat sang raja adalah Matahari dan seekor Naga raksasa. Hal tersebut kemudian dipertanyakan kepada Mpu Tunggah. Sang penasihat mengatakan bahwa sudah waktunya sang raja untuk memikirkan dan kemudian menunjuk penggantinya, dan sang pengganti ini akan membawa kerajaan kepada kemakmuran dan akan terkenal dan  akan menjadi pusat nya pemerintahan manca negara.

Berdasarkan pemikirannya dan nasihat dari Mpu Tunggah, sang Raja kemudian menilai mana yang layak menjadi penggantinya. Yang setelah melalui pemikiran dan pertimbangan yang panjang sang Raja memilih Putri Kadita sebagai calon penggantinya..

Kenapa pilihan sang Raja Munding Wangi jatuh kepada Putri Kadita ? Selain sering kali setiap permasalahan kerajaan dibahas oleh sang Raja, hanya Putri Kadita lah yang paling banyak memberikan saran kepada nya..
Raja teringat sewaktu dirinya masih muda dan disuatu tempat di hutan dimana ia bertapa dan ditemui oleh seorang putri cantik yang ternyata adalah seorang bidadari ke-2 dari kerajaan kayangan. Setelah menjadi raja dan memiliki 2 orang permaisuri.... sang raja akhirnya meminang putri ke-2 dari kahyangan untuk menjadi permaisurinya. Sang putri menerima dengan syarat bahwa keturunannya akan menjadi penguasa, sang raja setuju  dan kemudian mereka menikah. Sang putri kahyangan pun berwujud nyata dan dikenal dengan nama Dewi Sekarwati yang dikenal oleh rakyat sebagai permaisuri yang cantik jelita. Itulah kenapa sang raja menginginkan Putri Kadita keturunan nya dari Dewi Sekarwati yang masih memiliki darah langit ingin dijadikan sebagai penggantinya...

Sementara sang raja sedang bercengkerama dengan Dewi Nawang Sari, di keputren di kamar Putri Kadita sedang berbincang-bincang dengan ibundanya juga... Dewi Sekarwati.
“Anak ku, sudah siapkah engkau menjadi Abhiseka dan menghadapi segala permasalahan atau pun perbuatan sebagai akibat dari penunjukkan pengganti ayahnda prabu ?” Dewi Sekarwati memegang tangan putri tertuanya dan memandang lekat-lekat wajah ayu anaknya yang sudah dewasa dan semakin cantik. 

Hatinya bercampur khawatir akan firasat yang diterimanya, apa yang akan dihadapi Kadita di kemudian hari.
Sebagai seorang Bidadari tentu Dewi Sekarwati memiliki rasa yang sangat titis terhadap sesuatu hal yang tersembunyi. Namun sebagai Bidadari sendiri ia tak dapat merubah yang sudah menjadi takdir yang dijalani oleh umat manusia....

“Semua yang dikehendaki Dewata Agung, hamba siap ibunda”, Kadita meyakinkan ibunya agar tidak mengkhawatirkan dirinya.

“Engkau harus berhati-hati, Kadita.... tidak semua nya senang akan hal ini. Ibunda sudah menyiapkan orang-orang yang setia untuk melindungi keselamatanmu anakku.. kemanapun engkau pergi akan ada prajurit dan emban yang telah ibunda yakini kesetiannya kepada kita”.

“Ananda mengerti, ibunda”. Kadita memegang tangan Dewi Sekarwati untuk menenangkan hati ibunya. Dia pun memahami keadaan dirinya sekarang yang tentunya tidak seperti sebelum ia akan dilantik sebagai Abhiseka. Saudara tirinya Putri Tanjung Kedaton dan ibu nya sangat tidak menyukainya dan ia waspada akan hal itu. Jika mereka ingin mendapatkan sesuatu mereka selalu berbuat apa saja untuk mencapai apa yang menjadi keinginannya.

Dewi Sekarwati mengeluarkan sesuatu dari balik pakaiannya, sebuah bungkusan kain putih sutera yang mengeluarkan harum bunga namun harumnya tersebut tak ada dimuka bumi ini. Sebuah patrem emas,  yang didapatkan dari nenek Kadita atau ibu nya Dewi Sekarwati.

“Ambil dan simpanlah, anakku.. ini akan melindungimu dari perbuatan jahat orang”.

“Darimana ini, Ibunda ?” Patrem emas itu dipegangnya, namun masih dalam bungkusan kain sutra.

“Ini adalah pemberian nenekmu... simpanlah dibalik tubuhmu kemanapun engkau berada”.
Kadita pun melipat kain yang membungkus patrem itu dan menyimpan dibalik stagennya. Sesungguhnya nenek dari Putri Kadita adalah permaisuri Raja Kahyangan yang memberikan patrem emas untuk melindungi kekuatan jahat anaknya yang telah bersikukuh untuk hidup dimuka bumi bersama suaminya Raja Pajajaran.

Jika semasa menjadi bidadari tak dapat seorangpun melampaui kekuatannya, namun setelah memutuskan hidup sebagai manusia biasa dimuka bumi tentunya Dewi Sekarwati tak lagi memiliki kemampuannya seperti dulu saat menjadi bidadari, itulah sebabnya kenapa permaisuri kerajaan kahyangan memberikan pusaka patrem emas kepadanya dan sekarang diberikan kepada Putri Kadita.

Di Taman Sari masih ada sang raja bersama dewi Nawang sari....

“Kakanda, hamba mohon ampun beribu ampun....”, ujar Dewi Nawang sari kepada suaminya.

“Ada apa Nawang..?” Sang raja memandang Dewi Nawang Sari

“Jika hamba bertanya, janganlah kakanda prabu marah.....”.

“Tentu tidak jika dalam batas nalar, Nawang...”. sang prabu tersenyum. Melihat itu Dewi Nawang Sari beringsut duduk dan bersandar dipundak sang raja. Harum melati dari tubuh Dewi Nawang Sari menyambar hidung sang raja, tangan nya kemudian memeluk pinggang selirnya...

“Bicaralah..”.

“Hamba harap, kakanda jangan marah..”. Ujar Dewi Nawang Sari. Matanya menerawang jauh, ia beberapa kali menarif nafas untuk menguatkan hatinya agar dapat mengucapkan apa yang telah direncanakannya semula sebelum menemui sang raja.

“Menurut hamba, Kadita tak pantas menjadi Abhiseka dan pengganti kakanda prabu karena asal usulnya tak jelas dari keturunan siapa sehingga akan merusak pamor kerajaan pajajaran.... saat ini hanya Putri Tunjung Kedaton yang dari segi usia dan sisilahnya sudah diketahui oleh seluruh rakyat ataupun negeri sahabat...”

Cukup singkat kalimat yang disampaikan Dewi Nawang Sari namun serasa menampar keras wajah sang raja. Ditolaknya tubuh selir itu dan dengan wajah memerah, sesaat ia lupa akan janjinya untuk tidak marah.... namun pertanyaan yang diajukan sang selir sangat kasar dan mengungkit harga dirinya sendiri sewaktu mengambil Dewi Sekarwati menjadi istrinya. Kisah pertemuan dengan Dewi Sekarwati sudah diketahui oleh khalayak umum namun asal usulnya sebagai seorang bidadari tentu tak semua orang percaya, sehingga Dewi Sekarwati diceritakan adalah putri seorang pertapa di sebuah gunung tempatnya ia bertapa semasa muda.

“Ucapanku adalah ucapan seorang Raja dan ucapanku adalah keinginan Dewata, Kadita adalah keturunanku....”. Sang Raja berkata perlahan tapi dengan amarah yang meluap dan ucapannya bergetar menahan marah.... seolah ia merasa dipermainkan akan keputusannya yang sudah bulat menetapkan Kadita sebagai pengganti dirinya.

Dewi Nawang Sari tentu sudah mengetahui jika jalan terakhirnya membujuk sang Raja ini gagal tentu akan membuat sang Raja akan sangat marah.... ia sudah siap dengan taktiknya menaklukkan suaminya itu.

“Aduh ampun beribu ampun kakanda....”, Dewi Nawang sari menunduk dan menyembah sambil menangis sesegukan..

“Bukan maksud hamba berbuat lancang dang meragukan sabdo pandita ratu... hanya rasa sayang hamba pada paduka lah ucapan ini keluar tanpa dapat hamba sadari.... ampun kan hamba... hukumlah seberat-berat nya atas kekeliruan yang tak hamba sadari karena kasih hamba kepada paduka...”.

Walau masih menggelegak rasa marah di dada sang raja, namun melihat Dewi Nawang Sari menyembah dan menciumi kakinya sambil menangis.... luluh juga hati sang raja melihatnya. Pikiran jernih karena pengaruh usia lebih cepat meyadarkannya untuk tidak berada dalam kuasa amarah.

“Hhhh...., apa sebenarnya yang terlintas dalam pikiranmu, Nawang ? Keputusan ku sudah bulat dan jangan pertanyakan lagi tentang hal seperti itu... biarkan saya sendiri disini, kembalilah ketempatmu”.

Dewi Nawang Sari mengangguk dan mencium kedua tangan sang Raja sambil berkata, ”mohon ampun dan maafkan kelancangan hamba kakanda Prabu....  hamba menerima dan mengikuti apa yang menjadi kehendak Dewata Agung melalui paduka Raja...”.

Dewi Nawang Sari beringsut mundur dan sekali menyembah suami nya, setelah itu ia berbalik dan meninggal kan Taman Sari diiringi para emban yang menunggu di pintu masuk taman. Mereka tadinya sedang berbincang-bincang juga dengan pengawal raja diluar

Tak sampai disitu rencana Dewi Nawang Sari yang menginginkan agar Putri Tunjung Kedaton menjadi Abhiseka, ia memiliki rencana lainnya. Ia akan menemui penasihat spiritual sang Raja yaitu Mpu Tunggah yang diketahuinya dari mata-matanya bahwa sang Mpu berseberangan dengan Sang Raja dalam menetapkan Putri Kadita sebagai Abhiseka.

Malam semakin larut, Raja Munding wangi tersadar dari bayangan siang hari di Taman Sari..... kelelahan memikirkan kejadian siang tadi membuatnya tak mampu lagi menahan kantuknya. Ia pun menuju pembaringannya dan berusaha menutupkan mata agar tertidur. Dipaksakannya untuk dapat tertidur... yang akhirnya memang ia terlelap dalam gundah gulana tindakan Dewi Nawang Sari..


(Bersambung)





DENDAM BERBUAH RACUN


Gagal sudah apa yang direncanakan oleh Dewi Nawang Sari. Wajah nya terlihat geram setelah ia berada dalam peraduan. Tentu saja rasa kecewa dan jengkel serasa memenuhi sekujur tubuhnya...

Dewi Nawang Sari berjalan hilir mudik, ia berpikir keras apa yang akan dilakukannya lagi. Hatinya diliputi oleh nafsu untuk mencapai suatu tujuan dengan segala macam cara. Jika cara membujuk sang raja tak berhasil maka ia akan melakukan dengan cara menyingkirkan Putri Kadita.

“Mban Semi.....!”

Ia memanggil seorang emban setia bernama Rasemi yang betubuh tambun, emban ini telah mengikuti nya sejak ia masih gadis hingga sampai sekarang.

Pintu peraduan Dewi Nawang Sari tersibak, sosok tambun Rasemi tergopoh-gopoh menghampiri tuan putrinya.... ia memang selalu mengikuti terus apa yang sedang terjadi pada tuannya dan sudah mengira bahwa upaya yang dilakukan junjungannya membujuk sang raja agar membatalkan pencalonan putri Kadita telah gagal.

Setelah mendekat Rasemi bersimpuh dan berkata...

“Hamba... Ratu...,” wajahnya kemudian menunduk menatap lantai menunggu apa yang akan disampaikan kepadanya.

Wajah Dewi Nawang Sari masih terlihat jengkel.....

“Saya gagal...”, ucapnya seolah berbicara pada dirinya sendiri. Dadanya kembali menyesak dan panas mengingat penolakan sang raja atas permintaanya.

“Hamba mengerti dan turut kecewa mendengarnya tuan putri“, ucap embannya, masih menundukkan kepalanya. Kemudian melanjutkan berkata, “apa yang diinginkan tuan putri saat ini pasti akan saya laksanakan sebaik-baiknya....”.

Dewi Nawang Sari menarik nafas ingin meringankan himpitan di dadanya.... dan terlintas bagaikan kilat dalam pikirannya bahwa sebenarnya berat jika ingin melaksanan rencana selanjutnya, tetapi cara biasa tidak berhasil. Apa boleh buat, ia harus berusaha agar keturunannya lah kelak yang memerintah negeri ini.

“Mban Semi..., cari lah racun yang kuat dan tak berbau... usahakan dapat dicampurkan dalam makanan atau minuman putri Kadita...”.

Tercekat wajah Rasemi dan detak jantungnya pun serasa berhenti, keningnya berkerut sejenak. Namun perubahan air mukanya tak nampak oleh Dewi Nawang Sari karena masih menatap lantai.

“Hamba, Kanjeng Ratu....”.

“Berhati-hatilah dalam bertindak, Mban Semi..... bersegeralah... “. Dewi Nawang Sari kemudian memberikan Rasemi sebuah kantong kecil yang berisikan keping emas.

“Hamba melaksanakan apa yang menjadi tanggungjawab ini..”, ujar Emban Semi setelah menerima pemberian Dewi Nawang Sari dan kemudian beringsut mundur kemudian merapatkan ke sepuluh jarinya sebagai tanda sesembahannya.

Setelah keluar dari tempat peraduan Dewi Nawang Sari, ia bergegas pergi mencari seseorang yang mampu mencarikan apa yang dipinta oleh tuan putri nya. Seseorang itu adalah seorang lelaki tua yang berusia lebih kurang 50 tahun yang mengabdi pada Mpu Tunggah sejak pertama kali diangkat menjadi penasihat Spiritual sang raja. Emban Semi mengenalnya karena masih ada hubungan kekeluargaan dengan dirinya.

Langkahnya menuju arah Utara Kerajaan, disana tempat tinggal Mpu Tunggah. Setelah melewati para penjaga kediaman Mpu Tunggah yang sudah dikenalnya, tanpa canggung lagi ia menuju ke sudut taman.

Terlihat seorang lelaki tua dan bertubuh ceking sedang memainkan sapu ijuknya membersihkan daun-daun yang berguguran. Namanya Ki Rangkas, raut wajah nya memperlihatkan guratan yang menandakan usia yang sudah cukup tua.... mata nya terlihat tajam dan walaupun sudah berusia tua gerakannya menyapu sangat mudah dan ringan bagi siapapun yang melihat pasti akan berkata,... ah, gampang menyapu.... Tapi halaman yang dibersihkan sangat luas tentu tak akan semampu ki Rangkas.

“Ki...!! Ki...!! Ki Rangkas....!!”.

Emban Semi mempercepat langkahnya.

Yang merasa namanya dipanggil, mengangkat wajahnya tetapi sapu nya masih tetap mengayun mengatur dedaunan kering ke pinggir kakinya. Tapi tak lama ayunan sapu nya berhenti setelah melihat kedatangan Emban Semi.

“Eee..... Semi.... hehehe... angin apa yang membawamu kemari ?” Ki Rangkas berkata sambil tersenyum setelah Emban Semi berada didekatnya..

Rasemi mencium tangan orang tua itu dan berkata,”angin lesus, paman....”.

Ki Rangkas tersenyum dan kemudian Emban Rasemi menarik tangannya dan melangkah  menuju ke sebuah pohon asam yang rindang.

Setelah mereka duduk di bawah pohon, Rasemi pun menceritakan semua apa yang terjadi saat ini. Bagaimana upaya dari Dewi Nawang Sari yang ingin mengajukan putri Tunjung Kedaton sebagai Abhiseka tetapi langsung ditolak mentah-mentah oleh sang raja dan tetap menunjuk putri Kadita lah sebagai calon penggantinya.

Setelah panjang lebar Rasemi bercerita mengenai permintaan khusus Dewi Nawang Sari untuk meracuni putri Kadita yang akan dilaksanakan sebagai rencana kedua, Ki Rangkas manggut-manggut sambil memegang janggut nya yang tumbuh hanya beberapa helai.

Mata ki Rangkas terpejam, Rasemi memandangnya saja dan dia tak begitu memperdulikan sikap ki Rangkas setelah mendengar ceriteranya barusan... apakah melamun atau berpikir.

“ini ada titipan dari Kanjeng Dewi, paman....”, Rasemi memecahkan keheningan dan memutus lamunan ki Rangkas sambil mengeluarkan bungkusan kecil berisi kepingan emas.

“He he he he..... “.

Mengembang lah senyum ki Rangkas saat melihat bungkusan kain berisi koin emas ... tangannya bergerak mengambil bungkusan itu. Setelah dibuka... ternyata ada 3 logam keping, oleh ki Rangkas diambilnya salah satu logam itu lalu digigitnya... . Keping emas itu dilihatnya sejenak kemudian digigit, keningnya bertaut  dan kemudian ia pun mengangguk.

“Aseli emas...”.

“Itu dari Dewi Nawang Sari, paman. Bagaimana bisa tidak aseli...?” Ucap Rasemi.

“Iya.... tapi itulah kebiasaan paman, nduk..... dan itu lah caranya agar bisa dijual nantinya sebagai biaya pekerjaan ini....”.

Selagi mereka berbincang-bincang di bawah pohon asam, beberapa ekor burung pipit bermain-main diatas dahan dan berkejar-kejaran di siang hari yang cerah. Tetapi ada 1 ekor burung pipit yang hanya diam saja seolah sedang bersedih hati dibanding burung pipit lainnya, tubuh pipit ini agak lebih besar dan ada corak emas dibulunya.

Setelah dengan seksama memperhatikan kedua orang yang sedang berbicara dibawah pohon itu, si burung pipit berbulu emas itu pun terbang ke atas dan menuju sebuah bangunan di sebelah selatan bangunan Kerajaan. Di sebuah jendela yang terbuka ia terbang masuk dan hinggap diatas meja kecil.

Itu adalah ruang peraduan Dewi Sekarwati. Ruangan ini sangat harum dan terasa lembut, ruangannya pun terasa luas dan lega tidak penuh dengan barang-barang mewah sebagaimana para Permaisuri atau selir raja lainnya.

Di depan meja kecil tempat burung pipit hinggap ada sebuah ruangan berukuran 3x3 meter persegi yang tertutup oleh tirai kain sutera. Ternyata di dalam ruangan itu duduk dalam posisi meditasi bunga teratai adalah Dewi Sekarwati.

Matanya terpejam terlihat bagaikan tidur, namun sebenarnya rasa dan karsanya mengikuti setiap pergerakan dalam ruangan tersebut.... termasuk kedatangan burung pipit itupun diketahuinya tanpa harus membuka mata.

Terjadilah pembicaraan secara bathin antara kedua mahluk yang berbeda ujudnya.

“Berita apa yang membawamu kemari pipit emas ?” Tanya Dewi Sekarwati. Dari kata-kata yang ditujukan ke burung pipit, sepertinya mereka  telah saling mengenal.

Sesungguhnya burung pipit emas adalah salah satu peliharaan Dewi Sekarwati sewaktu dirinya masih di Kahyangan. Sesekali jika merasakan bahaya atau ada berita yang perlu diketahui oleh tuannya.... si burung turun ke bumi untuk menyampaikan berita.

“Putri Kadita dalam bahaya....”.

“Darimana sumber beritanya ? Semalam pun saya mendapatkan getaran alam yang mengisyaratkan sesuatu akan terjadi suatu perubahan besar.... tapi saya sekarang memiliki keterbatasan sebagai manusia...”

“Hamba tadi mendengar pembicaraan antara emban nya Dewi Nawang Sari dan juru tamannya Mpu Tunggah....”.

“apa yang mereka bicarakan.... berkaitan dengan putri ku..?” Kening Dewi Sekarwati sedikit berkerut, tubuh kasarnya merespon perasaannya yang khawatir terhadap keselamatan Putri Kadita.

“Hamba Dewi..... mereka merencanakan akan memberikan racun pada makanan atau minuman putri Kadita....”.

Tubuh Dewi Sekarwati bergetar setelah mendengar berita yang mengejutkannya, ia sebenarnya sudah menyadari akan akibat yang timbul saat sang raja memilih putri tertuanya menjadi Abhiseka. Ternyata apa yang menjadi kekhawatirannya selama ini terbukti, keturunannya dalam bahaya besar. Firasat alam yang menggugahnya kesadaran tertingginya juga mulai terkuak menjadi semakin jelas.

“Hamba nanti akan memberitahukan mana makanan atau minuman yang beracun Kanjeng Dewi.....”,ujar si pipit emas dan dengan mengepakkan sayapnya ia pun berpamitan dengan tuannya untuk kembali ke Kahyangan.

Sepi.... tak ada pergerakan apa-apa di ruangan itu setelah pipit emas pergi dalam hitungan jam... suasana tetap hening.... manakala sang mentari mulai meredupkan sinarnya di balik pegunungan, terlihat Dewi Sekarwati menggerakkan kedua tangannya mengambang dan merapatkan kedua telapak tangan di depan dada. Selesai lah ia melakukan meditasi.

Sungguh sangat tenang sikap Dewi Sekarwati, walau baru saja mendapatkan berita rencana keji dari Dewi Nawang Sari yang ingin menyingkirkan putrinya.

Tidak ada yang ia persiapkan dalam situasi seperti itu , karena Dewi Sekarwati menyakini bahwa pipit emas akan memberitahukan saat putri nya akan di racun. Itupun tentu mendatangkan keuntungan bagi dirinya bahwa tak seorangpun yang dapat membocorkan jika ia telah mengetahui apa yang bakal terjadi.

Karena, andai Dewi Sekarwati panik dan mengambil tindakan keamanan tingkat tinggi untuk keselamatan Putri Kadita... tentu rencana keji Dewi Nawang Sari akan juga berubah dan tentunya akan sulit baginya untuk mengetahui rencana berikutnya.

Beberapa hari kemudian, saat Putri Kadita sedang makan siang bersama para saudarinya di sebuah pondok di taman sari sambil menikmati keindahannya.... ada terjadi suatu kejadian dimana saat dilayani oleh para emban... Putri Kadita ingin minum air putih setelah selesai menyantap makan siang.

Seorang emban muda yang baru bekerja di lingkungan istana mengambilkan gelas kosong yang sudah tersedia di dekat meja makan. Selanjutnya ia menuangkan air putih yang telah tersedia di meja khusus tempat teko air dan buah-buahan.

Saat akan meletakkan gelas yang telah berisi air putih di meja di samping Putri Kadita, sepasang burung pipit yang sedang bekejar-kejaran di sekeliling pondok tanpa sengaja terbang dan melanggar gelas air minum yang sedianya akan diminum oleh Putri Kadita. Gelas itu pun jatuh ke lantai dan pecah berantakan.

Sebenarnya bukan tanpa sengaja sepasang burung pipit itu menyenggol gelas hingga jatuh dan pecah berantakan. Gelas itu khusus memang telah disediakan oleh suruhan Ki Rangkas, pada dasar gelas diberi racun yang tak berbau dan berasa juga tak terlihat. Jika sampai diminum oleh Putri Kadita, hanya perlu 1 minggu saja nyawanya tak akan dapat tertolong....

Mendengar kegagalan keduanya, tentu saja membuat Dewi Nawang Sari tambah berang. Semakin besarlah dendam di hatinya yang membuat dirinya berpikir keras mengenai tindakan selanjutnya bagaimana menyingkirkan Putri Kadita apapun resikonya.
Ia sekarang mulai mengerahkan banyak telik sandi untuk menggali informasi mengenai situasi kerajaan kala itu. Sebelum menentukan tindakan selanjutnya, tentu saja informasi sangat penting bagi dirinya.

Berbagai laporan dari para telik sandi yang diterimanya.... ia mendapat salah satu catatan penting guna mendukung rencana ketiganya itu. Ternyata Mpu Tunggah sering berbeda pendapat dengan sang raja.

Apa yang akan dilakukan Dewi Nawang Sari pada Mpu Tunggah ?

Apa Rencana ke-3 nya ?







(Bersambung)





PERSEKUTUAN JAHAT




Kebesaran seorang Raja pada sebuah kerajaan tentu tidak hanya karena seseorang saja, tetapi banyak aspek yang mendukungnya. Kesuksesan kerajaan Pajajaran dalam pimpinan Raja Munding Wangi tentunya juga berkat kepiawaiannya dalam memanage pemerintahan dengan dibantu oleh para cerdik pandai. Raja banyak memiliki para penasihat sesuai dengan keahliannya masing-masing, namun kala itu yang sangat dekat dengan raja adalah kedudukan sebagai Penasihat Spiritual.
Mulai dari hal pribadi hingga urusan kenegaraan, penasihat spiritual sangat memegang peranan penting dalam menentukan kegiatan sang raja sehri-hari. Hal inilah yang dapat membuat seorang manusia menjadi keblinger atau lupa daratan jika telah meduduki posisi seperti itu. Memang, yang namanya manusia selalu tidak akan pernah puas dalam menggapai apa yang diinginkannya... tak terkecuali yang dirasakan oleh Mpu Tunggah yang menjabat sebagai Penasihat Spiritual.
Tidak hanya zaman dahulu saja suatu pemerintahan dimana pemimpinnya memiliki penasihat spiritual dan mendapat jabatan resmi, di zaman sekarang pun seorang pemimpin negri ini juga memiliki penasihat spiritual. Perbedaannya adalah dulu ada jabatan resmi dari pemerintahan sedangkan zaman sekarang biasanya diselipkan sebagai asisten pribadi atau staff ahli dan kadang juga tidak diekspose secara umum.
Sekarang timbul pertanyaan, kenapa tidak diekspose ? Ya, kemungkinan saja merasa malu jika ternyata sang pemimpin ketahuan menyenangi spiritual dan akan dianggap kuno atau berbau klenik, hal ini adalah suatu pendapat yang menurut saya sendiri tidak tepat memposisikan konteks masalahnya. Perlu diingat budaya bangsa ini maupun sejarah bangsa kita tak pernah lepas dari mitos dan hal yang bersifat ghaib / tak kasat mata.
Kita melihat kembali ke masa pemerintaha Raja Munding Wangi yang dengan Penasihat Spiritualnya yaitu Mpu Tunggah. Beberapa kali nasihat yang disampaikannya kepada sang Raja tidak diikuti, hal ini yang memicu rasa kecewanya kepada sang Raja. Tetapi sebagai penasihat, seharusnya Mpu Tunggah tidak selayak nya mempunyai perasaan seperti itu.... tugasnya hanya memberi saran, apakah sarannya diperhatikan atau digunakan sang raja atau tidak itu bukanlah menjadi urusannya. Ya, tak seharus nya Mpu Tunggah melibatkan perasaan pribadi terhadap tugasnya yang telah dipercayakan raja Munding Wangi kepadanya.
Dimasa sekarangpun banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, mulai dari jabatan yang paling tinggi hingga jabatan sekelas ketua RT. Bantuan dana hingga bahan pokok makanan pun masih bisa mereka selewengkan demi keuntungan pribadi atau golongan. Jadi yang namanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dapat dikatakan sudah ada sejak zaman dahulu.
Sulit mencari orang yang jujur dan bersih disaat sekarang, andaipun ada mampu bertahan berapa lama seseorang itu menghadapi godaan-godaan duniawi. Ah, mudah-mudahan masih ada orang-orang yang perduli dengan kebenaran dan memupuknya hingga bersemi kembali untuk membangun negara ini yang telah porak poranda dihancurkan oleh bangsanya sendiri.
Dulunya Mpu Tunggah adalah seorang abdi yang bertugas di sebuah kadipaten kecil di wilayah kerajaan pajajaran. Hingga pada suatu masa karena pemikirannya yang cemerlang dan mampu membuat kadipaten tempat tinggalnya terkenal akan kemakmuran dan kemampuannya dalam mengelola setiap permasalahan yang timbul.... membuat tertarik sang raja untuk memboyong Mpu Tunggah menjadi pejabat di kerajaan danmembantu para penasihat raja lainnya.
Karirnya di kerajaan sangat cemerlang, pada akhirnya posisi penasihat spiritual yang kala itu kosong di berikan kepadanya untuk membantu sang raja dalam mengelola pemerintahan. Sayang sekali di akhir masa kerajaan Pajajaran dan disaat usia sang raja telah senja, tabiat sang penasihat spiritual juga berubah. Banyak pejabat istana yang bertanya kepadanya bahkan dalam urusan yang sepele membuat Mpu Tunggah besar kepala.
Keinginannya mengusai kerajaan itu pun ada dalam pikirannya, ia juga telah membentuk kelompok orang-orang yang tak menyukai tindakan sang raja bahkan telah memiliki pasukan khusus tanpa sepengetahuan kerajaan. Pasukan itu berasal dari panglima-panglima kerajaan yang bersekutu dengannya yang sewaktu-waktu dapat digerakkan jika keadaan kerajaan sudah melemah.
Celah kelemahan kerajaan sudah terbaca olehnya, sejak dilihat adanya pertentangan dalam pemilihan Abhiseka. Selir raja yang rakus menginginkan keturunannya menjadi Abhiseka namun sang raja lebih memilih putri dari permaisuri Dewi Sekarwati yang menjadi Abhiseka yaitu Putri Kadita. Upaya dari selir raja itupun tak lepas dari pandangan matanya yang tajam dalam setiap mengamati keadaan, dia telah menempatkan telik sandinya dimana-mana. Sehingga informasi sekecil apapun tentunya dapat diketahui oleh Mpu Tunggah.
Ia pun mengetahui kegagalan dari segala upaya yang dilakukan oleh Dewi Nawang Sari, hingga terakhir adalah upaya meracuni minuman putri Kadita karena apa yang dilakukan oleh Ki Rangkas tukang kebunnya yang melapor kepadanya dahulu sebelum bertindak. Setelah mendengar kegagalan meracun putri Kadita yang sampai ditelinganya, Mpu Tunggah ikut kecewa namun dia sangat hati-hati agar dalam tindakan nya andaikata ketahuanpun ia tak tersangkut paut, semua kegiatan dalam menentang arus kepemimpinan raja Munding Wangi dilakukannya dengan sangat hati-hati dan disusun dengan cermat. Setiap orang pasti tak akan dengan mudah menuduhnya dan yang akan nampak justru Dewi Nawang Sari lah yang berbuat, sungguh cerdik dan licik apa yang diperbuat oleh Mpu Tunggah.
Diruang tengah kediamannya yang sangat luas, Mpu Tunggah duduk sambil membaca lontar kuno. Sepertinya berisi sebuah ilmu pengetahuan tentang ilmu perang, akhir-akhir ini ia begitu tertarik akan hal yang satu itu, pikirannya seolah terbuka membaca segala bentuk strategi militer.
Tiba-tiba masuklah seorang pengawal yang menjaga rumah dinasnya... ia menghadap dengan unggah-ungguh militer yang menghadap pimpinannya..”Salam tuanku Penasihat, ada utusan yang ingin bertemu..”.
“Siapa yang ingin bertemu...?”
“Seorang Puragabaya tuanku penasihat, dari kediaman Kanjeng Dewi Nawang Sari..”.
Mpu Tunggah mengangguk, tanda ia menyetujui untuk bertemu dengan tamunya itu. Ia sudah mengira sebelumnya bahwa Dewi Nawang Sari tentu sangat berkepentingan bertemu dirinya. Tak lama masuklah seorang puragabaya yang diiring pengawal rumah tangga Mpu Tunggah. Puragabaya ini adalah seseorang yang ditugaskan menjadi kepala keamanan di kediaman Dewi Nawang Sari. Setelah berada didepan Mpu Tunggah, puragabaya yang bernama Jalak Suta memberikan salam hormat dengan merapatkan kedua telapa tangannya di depan dada dan kepalanya ditundukkan sejenak. Mendapat salam dari seorang puragabaya, Mpu Tunggah pun berdiri dari kursi nya dan membalas salam dengan hal yang sama kepada tamunya itu.
Dalam strata kepangkatan di kerajaan, posisi Puragabaya adalah salah satu jabatan yang diberikan oleh raja untuk secara khusus mendampingi keluarga istana dan pejabat penting di kerajaan. Mencapai tataran puragabaya tentu tidaklah mudah, dia harus melewati berbagai macam ujian... dari ujian ilmu kesaktian, kesusasteraan, keagamaan dan lain-lainnya yang tak dapat disebut satu persatu. Sehingga kesetian dan kemampuan seorang puragabaya tentu sudah pilih tanding. Hal ini lah juga yang membuat Mpu Tunggah harus berhati-hati menghadapi tamunya.
Masih dengan senyum yang mengembang, Mpu Tunggah mendekati tamu nya dan memeluk sebagai sambutan kehangatan darinya, “angin apa yang membawa raden bersusah payah kemari ?”
“Maaf atas kedatangan saya yang mendadak dan tiba-tiba, Mpu.... “. Ucap Jalak Suta berjalan beriring dengan Mpu Tunggah, mereka menuju ruang tamu yang berada di sebelah ruang kerja. Suasana disamping terlihat asri oleh tatanan tangan yang terampil, sehingga siapapun yang duduk disana akan merasakan aura ketenangan dan seolah menyatu dengan alam.
“Ah, tidak ada yang perlu dimaafkan raden... kebetulan saya sedang juga belum ada yang meminta kehadiran saya....”.
Mpu Tunggah mengangguk dan masih dengan senyum yang selalu hadir diwajah tuanya. Usianya sudah menginjak 60 tahun lebih, sudah lama berkecimpung dalam dunia kehidupan yang penuh warna sehingga ia pun sudah dapat menebak apa maksud kedatangan seorang puragabaya sekelas Jalak Suta.
“Saya ingin menyampaikan pesan dari Kanjeng Dewi Nawang Sari...”. Wajah Jalak Suta terlihat serius, sementara Mpu Tunggah mengelus janggut nya yang berwarna putih dan berkata, “Silahkan raden...”.
Kanjeng Dewi ingin bertemu empat mata dengan Mpu di kediaman beliau.....”, Jalak Suta melirik pada Mpu Tunggah. Tak ada dari gerak tubuh orang tua yang dihadapannya itu yang membuatnya terkejut atau lainnya, hanya menggut-manggut. Tetapi dalam hati puragabaya Jalak Suta, Mpu Tunggah pasti sudah tahu akan maksud kedatangannya itu. Ia pun sudah mengetahui siapa orang tua yang dihadapannya dan sikap apa yang selama ini diambil pun sudah ia dipahami..... semua diketahui dari kumpulan laporan telik sandi.
“Oh, ya tentu saya akan menemui Kanjeng Dewi... kapanpun diperlukan kehadiran saya disana akan segera dilaksanakan”. Mpu Tunggah kemudian memanggil pelayan di rumahnya untuk menjamu tamunya. Kemudian dia melanjutkan berbincang dengan puragabaya Jalak Suta, “rencana Kanjeng Dewi kapan ingin bertemu ?”.
“Secepatnya Mpu..... saya ingin memastikan kesediaan waktu Mpu untuk pertemuan. Kemungkinan malam ini..”.
“Ya... ya.... , tentu saya pasti akan siap untuk bertemu dengan Kanjeng Dewi..... Oh, ya bagaimana khabar nya ? Saya sudah lama tidak berbincang-bincang.... “.
Wajah Puragabaya yang sebelumnya terlihat tegang sudah mulai terlihat santai manakala Mpu Tunggah menerima nya tanpa ada terlihat sesuatu yang mencurigakan, apalagi pelayan rumah tersebut datang membawa wedang sere dan jajanan sebagai teman minum.
“Baik saja selama ini dan salam dari Kanjeng Dewi untuk Mpu dan keluarga....”.
“Terimakasih raden, sampaikan terimakasih saya atas perhatian dari Kanjeng Dewi...”. Ujar Mpu Tunggah sambil kemudian mempersilahkan tamunya menikmati sajian yang telah terhidang. “Silahkan raden, diminum dan ada sedikit jajanan”.
“Oh, ya Mpu....terimakasih”, balas puragabaya itu sambil menggerakkan tangannya mengambil minuman dan menjumput lemper. Selanjutnya terjadi pembicaraan ringan antar keduanya, namun tak sedikitpun membahas apa yang menjadi tujuan dari Dewi Nawang Sari yang ingin bertemu dengan Mpu Tunggah.
Tak lama setelah tugasnya tercapai menemui Mpu Tunggah yang sedianya akan bertemu dengan Dewi Nawang Sari dan berbicara selayaknya seorang tamu, Puragabaya Jalak Suta pun berpamit kepada tuan rumah untuk kembali ke tempat tugasnya untuk menyampaikan hasil yang diperolehnya.
Mpu Tunggah masih sempat mengantar tamunya hingga di depan rumahnya, dan dari samping rumah terlihat seorang pekatik membawa kuda tunggangan Puragabaya Jalak Suta. Dalam sekejap Puragabaya Jalak Suta pun telah meninggalkan kediaman Mpu Tunggah. Semakin lama semakin hilang dari pandangan mata, saat Puragabaya Jalak Suta membelokkan kudanya ditingkungan ujung jalan.
Mpu Tunggah masih berdiri di teras rumahnya, matanya seolah menatap sisa debu yang beterbangan saat dilewati kuda Puragabaya Jalak Suta. Tetapi sebenarnya dia sedang termenung memikirkan apa yang akan dibicarakan nanti oleh Dewi Nawang Sari dan mengira-ngira apa yang akan diperbuatnya saat bertemu.
Sambil menerawang dalam pikiran dan menyusun strategi bagaimana dan apa yang akan dilakukannya itu, Mpu Tunggah kemudian berbalik berjalan menuju ruang kerja nya. Buku lontar tua yang dibacanya tadi disimpan dalam sebuah tabung bambu yang sudah kering dan disimpan nya agak tersembunyi. Setelah itu ia kembali menerawang dan berpikir, hingga akhirnya tampak seulas senyum terpancar dari wajahnya. Ia sudah dapat pemecahan yang dianggapnya mudah dan tak membahayakan dirinya.
Dia faham akan keinginan Dewi Nawang Sari yang akan menyingkirkan Putri Kadita, apapun caranya. Tetapi jika dia melibatkan dirinya terlalu dalam dan nampak dalam jelas akan keterlibatannya tentu bisa saja ia nanti akan dihukum picis atau bahkan di pancung oleh rajanya. Mpu Tunggah tak akan sebodoh itu, untung saja kejadian meracun kemarin gagal... jika tidak tentu dirinya akan tersangkut masalah. Karena kedatangan emban Dewi Nawang Sari ke tempat tinggalnya sangat terbuka dan jelas mudah terlihat oleh orang ataupun siapa saja yang menjadi telik sandi kerajaan ataupun Dewi Sekarwati atau siapa saja yang tak menyenanginya...... .
Dua hari kemudian di malam hari, Mpu Tunggah telah berada di ruang tamu di kediaman Dewi Nawang Sari setelah sore harinya tiba sebuah undangan yang meminta kehadirannya untuk sebuah nasihat spiritual, undangan itu dibawa oleh seorang prajurit.
Penjagaan pertemuan keduanya sangat ketat sekali dan berlapis-lapis, tujuannya tak lain adalah agar tak ada pembicaraan yang bocor. Tetapi diruangan tempat pertemuan hanya ada Dewi Nawang Sari dan Mpu Tunggah, tetapi diluar penuh dengan prajurit penjaga yang hilir mudik.
Dewi Nawang Sari duduk disebuah kursi tamu dan Mpu Tunggah diseberangnya, depan mereka sudah disiapkan buah, makanan dan minuman yang menemani selama pertemuan itu.
“Silahkan Mpu mencicipi hidangan.....”, Dewi Nawang Sari memulai pembicaraan. Sang tamu mengangguk dan beranjak mengambil buah sebagai tatacara menghormati tuan rumah yang telah mempersilahkan dirinya mencicipi hidangan yang telah disediakan.
“Terimakasih Kanjeng Dewi...”, ucap Mpu Tunggah selanjutnya ia menikmati buah itu.
“Mungkin Mpu sudah memperkirakan tujuan saya mengundang kemari ?” Tanya Dewi Nawang Sari yang memancing pengetahuan tamunya akan apa yang dilakukan nya dan tujuan selama ini dan bahkan akan kegagalan atas upayanya.
Mpu Tunggah memejamkan matanya dan menghela nafas dalam-dalam, kemudian berkata, “maafkan pengetahuan hamba yang semakin sempit Kanjeng Dewi, hamba hanya seorang tua yang sudah semakin lamur matanya dan lambat geraknya..... “. Wajah Mpu menyiratkan keteduhan hatinya dan berkata lagi, ”jika hamba salah bicara, hamba mohon ampun. Menurut yang hamba perkirakan, Kanjeng Dewi ingin membahas tentang suksesi Abhiseka Kerajaan Pajajaran.”
Sulit sebenarnya Mpu Tunggah menjawabnya, dadanya sendiri berdegup kencang. Bisa saja jawabannya justru menjadi akhir hidupnya, selain memiliki pasukan yang dikenal cukup telengas dan kejam.... Dewi Nawang Sari sendiri adalah orang yang sangat ambisius soal tahta kerajaan sehingga sulit diduga hatinya. Ia sendiri, agar terlihat seolah tak mengetahui apa yang terjadi, pergi ke pertemuan ini dengan tanpa pengawalan khusus. Sebuah resiko yang dianggapnya cukup pas dalam memainkan perannya.
Dewi Nawang Sari tersenyum mendengar jawaban dari Mpu Tunggah, ia cukup senang dengan jawaban itu. Ia juga sebenarnya mengetahui siapa Mpu Tunggah dan tentunya sebagai Penasihat Spiritual, sang raja pasti paling tidak pernah membicarakan hal tersebut kepadanya.... dan sudah pasti sudah memahami akan keinginannya agar putrinya sebagai pewaris tahta. Ia ingin agar Mpu Tunggah mendukung langkahnya.
“Ya, Mpu..... tak ada yang salah apa yang disampaikan. Saya ingin dukungannya mengenai Putri Tunjung Kedaton putri semata wayang ini...”.
Mpu Tunggah menarik nafas dan seulas senyum yang menyejukkan hati, “saya tentu sangat mendukung apa yang Kanjeng Dewi upayakan, segala tindakan dan pikiran yang ada pada hamba akan diperuntukkan dalam mewujudkan cita-cita agung ini...”.
Kemudian setelah meyakini bahwa Mpu Tunggah bersedia berdiri pada pihaknya, Kanjeng Dewi menceriterakan dari awal hingga upaya terakhirnya yang gagal itu. Namun karena waktu yang membatasi, diskusi dan rencana-rencana serta kesepakatan antara Mpu Tunggah dan Dewi Nawang Sari dilakukan beberapa kali. Salah satu kesepakatan yang utama adalah jika suksesi Abhiseka hingga menjadi penguasa dipegang oleh Putri Tunjung Kedaton, Mpu Tunggah akan menjadi penasihat utama atau mahapatihnya dan diberikan suatu wilayah otoritas dalam kerajaan pajajaran.
Tetapi permintaan atau syarat yang diminta oleh Mpu Tunggah, tidak dipermasalahkan oleh Dewi Nawang Sari. Ia setuju atas permintaan penasiha spiritual sang raja, yang penting ia punya sekutu untuk mewujudkan cita-citanya. Mpu Tunggah adalah seorang pemikir yang sangat cemerlang, jika sang penasihat spiritual itu memberikan ide-idenya diharapkan upaya nya yang selama ini gagal akan sukses mencapai hasilnya yang maksimal.
Sang raja tidak mengetahui atas tindakan selir yang berusaha makar dibelakang nya dengan bersekutu dengan penasihat spiritualnya sendiri. Ia masih memikirkan kegiatan rutinitas dan kelangsungan kerajaannya yang mendapatkan tentangan dari Dewi Nawang Sari. Tetapi sebagai seorang raja yang telah banyak asam garam dalam hidupnya, dia sendiri sudah merasakan hal tersebut dari ketajaman rasa.
Namun, saat ini ia ingin lebih dekat dengan Sang Hyang Widhi. Diluar sana, kerajaan tetangga tengah berkembang pesat suatu ajaran tentang kehidupan dunia dan akhirat. Dalam renungan meditasinya pun ia sudah mendapat wisik tentang ajaran tersebut. Ajaran yang mengajak umat manusia pada kebenaran yang hakiki dan akan berkembang pada wilayah kekuasaannya di masa yang akan datang dan akan menaungi ajaran-ajaran sebelumnya.
Raja Munding Wangi adalah raja yang bijak dan waskita, tetapi sebagai manusia biasa ia adalah makhluk yang tak sempurna. Upaya Dewi Nawang Sari yang menentang keputusan seorang penguasa seharusnya sudah mendapat ganjaran dengan hukuman, namun itulah jiwa welas asih tetapi juga kelemahan sang raja menjelang masa akhir pemerintahannya....
Di malam yang dihiasi hujan gerimis, di kediaman Dewi Nawang Sari, terlihat kehadiran Mpu Tunggah. Disaat terakhir pertemuan itu Mpu Tunggah menyampaikan semua rencana tindakan nya hingga sampai tujuan Dewi Nawang Sari tercapai. Tidak hanya itu saja yang disampaikannya, tetapi segala rencana cadanganpun disampaikan juga hingga sedetail-detailnya.
Betapa senangnya Dewi Nawang Sari melihat dan mendengar rencana yang disampaikan oleh Mpu Tunggah. Jika dilakukannya sendiri tentu tak seperti apa yang dilakukan oleh sekutunya itu.
Rencana pertama yang diusulkan oleh Mpu Tunggah yang menjadi penasihat spiritual sang raja tak kalah kejam apa yang pernah dilakukan selir raja yaitu Dewi Nawang Sari. Sang Mpu menyarankan agar Dewi Nawang Sari mencari seorang dukun ilmu hitam yang sakti, dengan ilmu hitamnya sang dukun harus dapat melenyapkan Putri Kadita.


( bersambung )







KI PATI 
SANG PENELUH PUTRI KADITA



Dibalik pegunungan Sumbing dan pegunungan Merbabu yang berdiri kokoh dan dihiasi oleh rapatnya pepohonan yang menghijau, awan putih selalu menghiasi hutan tersebut setiap saat dan saat siang hari udara disana tetap dingin. Diantara lebat pepohonan itu, ada sebuah dusun yang sangat terpencil dan jarang dikunjungi orang. Dusun itu bernama Kalangga di bawah pemerintahan Dukuh Pedalaman.  Rumah penduduk yang tinggal di dusun itu pun tak banyak dan rumah mereka rata-rata berjauhan, kebanyakan mereka bekerja sebagai peladang dari hutan rimba. Namun karena semakin banyak yang datang berladang .... akhirnya di bentuklah sebuah dusun.

Karena terpencil dan jauh dari kehidupan masyarakat luar, dusun itu kadang jadi tempat pelarian para begal dan rampok yang ingin bertobat atau bersembunyi dari kejaran prajurit kerajaan. Memang tepat lah jika ada manusia yang ingin mengasah ilmu atau melakukan tapa brata, selain diapit dua pegunungan besar yang juga masih banyak dikuasai para dedemit, danyang dan jin marakahyangan. Namun ada seorang di dusun itu sering melakukan tapa brata dan ngelmu yang didapat dari para penguasa gaib disana, dia lah disebut oleh masyarakat setempat dengan panggilan Ki Pati.

Sehari-hari kehidupan Ki Pati sebagaimana penduduk lainnya adalah berladang, namun disaat-saat tertentu dia sering melakukan olah bathin. Dari olah bathinnya itu Ki Pati mengenal para lelembut di pegunungan Sumbing maupun Merbabu, dan banyak ilmu yang bersifat kebathinan yang dikuasainya. Sehingga berbekal kemampuannya tersebut Ki Pati juga seringa membantu jika keahliannya diperlukan, sehingga disekitarannya tinggal hingga sampai diluar Desa Pedalaman namanya cukup dikenal. Hanya ada kekurangan yang ada pada dirinya, semua permintaan pertolongan entah itu baik atau buruk diterimanya dan dibantu walau harus menghilangkan nyawa orang sekalipun.

Beberapa saat lalu, ia telah mendapat wisik dari para lelembut di gunung sumbing saat melakukan tapa brata.... bahwa akan terjadi sesuatu yang melibatkan dirinya. Kejadiannya disebuah gua tempat biasa Ki Pati melakukan tapa brata. Pada malam terakhir melakukan pati geni sebagai penutup ilmu yang dipintanya dari lelembut penguasa gunung itu, masuklah dari depan gua sesosok raksasa bermata sebesar piring dengan rambut bergelombang dan perut besar. Gigi taring bawah makhluk itu menyeruak keluar dari mulutnya mendekati Ki Pati yang sedang bermeditasi.

Bergetar tubuh Ki Pati saat melihat makhluk itu mendekatinya, tetapi sebagai seorang yang telah malang melintang dalam dunia kasat mata.... ia tak merasa gentar. Hanya beberapa meter dari tempatnya bermeditasi makhluk itu berhenti dan menatap tajam Ki Pati. Kedua nya bertatapan seolah saling mengukur kekuatan...

“Ki Pati..., aku Ki Donopati penguasa dari alas ini”, makhluk itu berkata memecah keheningan. “Aku ingin memberimu suatu ajian dari hasil laku mu dan sebuah pesan......”.

Sebenarnya, jantung Ki Pati sendiri serasa copot. Ia bukan seorang ahli kanuragan, tetapi ia tak akan gentar menghadapi makhluk menyeramkan yang datang kepada nya itu. Ia berpikir bahwa ia masih mampu menghadapi makhluk itu dengan kekuatan bathinnya dan mantra penakluk makhluk halus yang telah dikuasainya. Mendengar bahwa makhluk itu bukan ingin menyerangnya, Ki Pati menghela nafas panjang walau dadanya masih bergemuruh... mungkin pengaruh dari perbawa Ki Donopati yang terlalu kuat bagi dirinya.....

“Terima kasih untuk Ki Donopati Penguasa Alas yang telah berkenan memberikan ajiannya......”, jawab Ki Pati. Kemudian katanya lagi,” apa yang selanjutnya dilakukan agar aku dapat menerima ajian itu?”

“Pejamkan saja matamu, Ki Pati.....”.

Masih dengan posisi meditasi, ia menuruti apa yang diperintahkan oleh makhluk itu. Ia tak perduli apakah makhluk yang mengaku bernama Ki Donopati itu berbohong atau tidak, benarkah penguasa dari Alas Lereng Gunung Sumbing ? Dan lain-lain tidak di fikirkannya. Ia sangat yakin karena laku terakhirnya sudah selesai dan dengan hadirnya makhluk didepannya sekarang ini.

Kedua tangan Ki Pati bersatu didepan dadanyadan dengan mata terpejam, sementara itu Ki Donopati yang berujud menyeramkan juga duduk bersila disebuah batu diseberang Ki Pati. Mulutnya bergerak-gerak seperti mengucapkan sebuah mantra namun tak terdengar jelas, tapi bagi Ki Pati apa yang diucapkan itu sangat jelas dan terekam dalam benaknya. Kemudian Ki Donopati menggerak-gerakkan kedua tangannya dengan kedua belah telapak nya menghadap keatas, tubuhnya bergetar dan tak lama di antara kedua telapak kanannya muncul cahaya merah.

Dengan hentakkan ringan, kedua tangannya mengarah ke Ki Pati yang duduk bersila dan cahaya merah itu melesat lalu masuk kedalam tubuhnya. Malam yang gelap dalam sebuah goa, sempat berpendar cahaya merah jika dilihat dari luar. Malam itu juga, usai lah lelaku yang dijalankan Ki Pati untuk dapat menguasai sebuah ilmu yang sangat kuat telah masuk dalam dirinya.

Di dalam goa.... Ki Donopati memberikan pesan kepada Ki Pati sebelum ia kembali ke asalnya......

“Dalam beberapa saat kedepan akan ada tamu dari jauh mencari mu, bantu lah dengan menggunakan kemampuan yang hanya engkau seorang mampu menguasai nya berasal dari leluhurmu, Ki Pati....”

“Ilmu dari leluhur ku ? Dan siapa mereka ?”

“Tunggulah nanti engkau akan mengetahuinya, mereka mencari orang yang mumpuni masalah olah bathin. Dengan Ajian Racun Terbang turunan leluhurmu, tak ada seorangpun dimuka bumi ini yang sanggup menghindarinya. Engkau akan melaksanakan permintaan tamu dari jauh itu....”.

Ki Pati menekur sejenak dan menatap batu yang didudukinya, berarti dengan ajian racun yang hanya dimilikinya ini sebenarnya dia malah diminta untuk memenuhi keinginan tamu yang akan menemuinya nanti. Apa gunanya pesan itu bagi dirinya ? Seberapa penting nya ? Pikirannya berputar cepat dan....

“Baik..!”. Jawab Ki Pati sambil memantapkan hatinya, ia memang tidak perduli apakah benar atau salah cara yang dilakukan ataupun dikerjakannya. Selama ini ia juga hidup dari kemampuan ilmu nya, apakah disuruh mengobati atau menyakiti tetap diterimanya. Dengan alasan kehidupan, ia mau melakukan apa saja yang dipinta orang-orang selama ini. Padahal lebih banyak bertumpu kepada nafsu duniawi dengan alasan ingin mendapatkan kehidupan yang lebih layak.

Setelah kepulangan Ki Donopati, ia pun pulang meninggalkan goa setelah mengemasi barang-barang nya selama nglakoni menuju rumahnya.

Jauh di ujung barat, pencaharian terhadap orang yang memiliki kemampuan tinggi dalam olah bathin tidak semudah yang dikira.... dari seluruh wilayah kerajaan, para utusan Dewi Nawang Sari telah banyak menemui para ahli ilmu kebathinan yang bersedia melakukan perbuatan keji menyingkirkan putri Kadita. Mulai dari mengirim makhluk-makhluk tak kasat mata, pulung atau sejenisnya.... semua tak ada yang mampu membuat sang putri jatuh sakit atau mati.

Sebenarnya bukan para dukun teluh itu yang tak mumpuni dalam hal menyerang dari jarak jauh, tetapi perlindungan putri Kadita sangat sedemikian sulit ditembus. Bukan pula karena putri Kadita memiliki ketinggian ilmu, tetapi itu adalah campur tangan ibunda Putri Kadita yang sangat sakti. Kemampuan sang ibunda putri sebagian masih dapat dikuasai, sehingga sedaya upayanya melindungi keturunannya dari segala niat jahat Dewi Nawang Sari. Tentu saja Dewi Sekarwati mengetahui apa saja yang diupayakan Dewi Nawang Sari untuk menggapai maksudnya, termasuk mencari dukun teluh yang diperintahkan untuk melenyakpkan putri tertuanya itu. Informasi yang didapat juga berasal dari para telik sandi yang setia kepadanya.

Namun, semampunya Dewi Sekarwati yang berusaha melindungi putri Kadita, sebagai manusia ia juga banyak kekurangannya dan ia menyadari itu. Ia teringat telah memberikan patrem emas yang dibawanya dari Kahyangan, sebuah patrem warisan dari leluhurnya yang diberikan secara turun temurun dan diantara 7 saudari nya yang menjadi bidadari kahyangan hanya Dewi Sekarwati yang dipercayakan untuk memegang patrem tersebut semenjak ia memutuskan untuk menjadi manusia dan mendmpingi suaminya menjadi Raja Pajajaran.

Patrem itu tak pernah lepas dari dirinya, benda itu selalu tersimpan dibalik lipatan pakaian yang dikenakan sehari-hari. Itulah yang juga melindunginya dari segala perbuatan jahat yang berbentuk energi jahat. Ia kemudian merasa tenang karena telah menyerahkan kepada putrinya Kadita. Namun timbul kebimbangan dalam dirinya kembali, apakah selalu dibawa terus oleh putrinya itu atau tidak ?

“Emban, pergilah ke keputren putri Kadita, sampaikan kepadanya nanti malam saya akan bertemu dengannya di sini...”, Dewi Sekarwati menitipkan pesan kepada salah satu emban yang melayaninya.

“Baik Ibu Ratu... hamba segera menyampaikan kepada Tuan Putri Kadita”, jawab emban dengan takzim. Ia pun setelah itu beringsut pergi melaksanakan apa yang diperintah kan oleh junjungannya itu.

Sesampai di keputren, di kamar sang putri dan juga setelah melewati beberapa penjagaan yang ketat barulah ia dapat bertemu dengan sang putri yang cantik jelita. Wajarlah jika kecantikannya menjadi buah bibir tidak hanya seantero Kerajaannya tetapi hingga ke manca negara dan tak sedikit para raja atau pangeran yang ingin mempersunting sang putri. Sebagai seorang wanita, emban itu pun sangat terkagum-kagum melihat kecantikan sang putri.

Emban Dewi Sekarwati duduk bersimpuh dengan wajah menatap lantai, tak berani ia menatap langsung wajah cantik Putri Kadita yang berjalan mendekatinya.

“Bukan kah engkau emban Sukesih dari tempat nya ibunda ?“  terdengar suara lembut putri Kadita saat mendekati emban utusan tersebut.

“Benar, tuan putri..... hamba sungguh sangat tersanjung karena masih ingat dengan saya...”, seulas senyum menghiasi wajah emban Sukesih saat namanya disebut. Bangga sekali, dirinya yang hanya orang kecil masih lekat dalam ingatan putri yang cerdas itu. Dia termasuk jarang bertemu dengan Putri Kadita, jika ada pertemuan antara ibu dan anak tersebut... dirinya sering tidak diikutkan mendampingi, tetapi para emban lainnya lah yang ditugaskan. Memang dia pernah bertemu dengan putri Kadita  Dulu, itu pun sudah belasan tahun yang lalu.... saat dia pertama kali diterima menjadi emban di istana

“Ada apa gerangan, emban ?”

“Hormat, tuan putri... hamba diutus oleh Ibunda menyampaikan sebuah pesan..”

“Pesan apakah itu ?” Sang putri menjadi penasaran.... ia kemudian menggeser tempat duduknya menjadi lebih dekat dengan emban itu.

“Ibunda Putri Kadita ingin berbicara secara empat mata nanti malam di kediaman beliau....”.

“Apakah emban Sukesih mengetahui perihal saya dipanggil ibunda ?” Tanya sang putri.

“Hamba tidak mengetahui nya, tuan putri.... maafkan kekurangan hamba”. Emban Sukesih menjawab sambil menggelengkan kepalanya sambil tetap wajahnya tertunduk sebagai tanda tetap menghormati kedudukan Putri Kadita, walau sebenarnya dia sangat risih berada berdekatan. Harum tubuh sang putri menebar dalam rongga hidungnya, pantas lah selain wajah yang rupawan juga terpancar harum dari tubuh sang putri yang dapat membuat siapa saja bagaikan tersihir tak ingin berjauhan. Memang aroma itu sudah ada dalam tubuh sang putri sejak dia dilahirkan, mungkin sebagai tanda atau ciri masih ada darah dari kahyangan.

“Baiklah, emban... sampaikan kesediaan saya akan bertemu dengan Ibunda”, Kadita tak ingin memaksa emban Sukesih.

“Kalau begitu, hamba mohon perkenan tuan putri untuk kembali menyampaikan pesan tuan putri”.

Kadita tersenyum dan mengangguk, dengan beringsut emban Sukesih meninggalkan ruangan itu. Dia langsung bergegas kembali untuk melaporkan apa yang dilakanakan sebagaimana permintaan Dewi Sekarwati.

Sementara itu, Dewi Nawang Sari sedang gundah gulana... dia duduk melamun dan sesekali menghela nafas sambil meremas-remas sapu tangan suteranya. Suasana hatinya sedang memburuk, karena sudah empat pekan upaya nya belum menampakkan hasil. Padahal sebelum melaksanakan rencana ini, ia sangat yakin sekali berhasil. Tetapi jangan kan untuk menuai sukses atas rencananya itu, sakit ringan pun tidak tampak pada putri Kadita.

Hatinya pun berkata-kata mencari jawaban, sudah seluruh penjuru wilayah kekuasaan Pajajaran yang memiliki kemampuan teluh didatangi oleh pasukan khususnya. Tetapi tak satupun berhasil, apakah sudah tak ada orang yang sakti lagi atau putri Kadita memang memiliki pelindung yang melebihi dari ahli tenung di Pajajaran ?

Matahari sudah memancarkan cahaya kemerahan tanda bumi persada akan menuju senja, sementara di antara bulak bulak panjang menuju ibukota terlihat dua orang penunggang kuda memacu kudanya dengan kecepatan tidak terlalu tinggi. Mereka adalah pasukan khusus yang ditugaskan puragabaya Jalak Suta, pakaian mereka seperti seorang rakyat biasa agar tidak terlihat menyolok dan laju kudanya pun biasa layak nya orang berkuda dengan tak tergesa-gesa ... karena andai di pacu kencang justru akan menarik perhatian masyarakat desa setempat.

Tak ada suara yang terucap dari mulut mereka,  setelah melewati bulak panjang... baru lah kudanya di pacu lebih kencang. Jarak antara pinggiran ibukota dan istana cukup lumayan  jauh, sehingga dengan memacu lebih cepat kudanya diharapkan oleh mereka sampai di Istana tidak kemalaman. Karena ada berita baru yang akan dilaporkan segera kepada puragabaya Jalak Suta, sepertinya terlihat penting.

Mereka menghentikan kudanya setelah sesampai dikediaman puragabaya Jalak Suta, dengan muka yang masih bersaputkan debu. Setelah menambatkan kudanya mereka dihampiri oleh prajurit yang menjaga kediaman puragabaya Jalak Suta.

“Hai, Ji.... ,” sapa prajurit jaga kepada salah satu kedua penunggang kuda itu. Mereka dalam satu kesatuan sehingga saling mengenal sama lainnya.

Suraji di sapa temannya balik bertanya,” Puragabaya ada ditempat ?”

“Tuan Jalak Suta sedang tidak ditempat, petang tadi sudah dikediaman Kanjeng Dewi Nawang Sari...”.

“Oh, ada disana..”. Suraji paham pasti ada sesuatu, dia kemudian memandang teman seperjalanannya berkuda dan berkata, “kita segera menyusul kesana..”.

“Baiklah, ayo segera...!” Ucap temannya, setelah berpamitan kepada temannya mereka melarikan kudanya.

Sesampai di tujuan, mereka segera meminta menghadap Jalak Suta dan dari informasi prajurit jaga mereka diantar ke ruang pertemuan. Disana telah ada Mpu Tunggah, Dewi Nawang sari, Jalak Suta dan beberapa orang lainnya. Melihat kedatangan 2 orang prajuritnya yang masih bersimbah peluh dan terlihat letih, Jalak Suta kemudian bertanya kepada mereka...

“Apa yang ingin kalian laporkan ?”

“Ampun tuanku..., hamba berdua telah melintasi batas wilayah hingga ke Pegunungan Sumbing dan Merbabu. Disana berdasarkan pengamatan hamba ada seseorang yang tak tertandingi kemampuan teluh nya dan bertempat tinggal di tengah hutan”.

“Apakah benar demikian ?” Terdengar suara Mpu Tunggah.

“Demikian Tuanku..... kemampuannya sangat mengerikan dan sudah turun temurun dan orang tersebut masih selalu melakukan tapa mempertajam kemampuan bathinnya...”

Dewi Nawang Sari ikut berbicara, “Apakah dia bersedia melakukan apa yang menjadi keinginan kita ? Siapa nama orang itu ?”

Kedua prajurit yang melapor itu saling berpandangan dan yang bernama Suraji menjawab, “ menurut informasi yang didapat, nama nya adalah Ki Pati. Nama nya pun sesuai dengan kemampuannya menghilangkan nyawa lantaran ilmu yang dimilikinya itu. Orang tersebut mau melakukan apa saja dengan imbalan sepantasnya”.

Mpu Tunggah terlihat menarik nafas, selama ini ia juga merasa kecewa karena sudah beberapa lama rencana mereka belum berhasil. Tidak terpikir olehnya untuk mencari orang yang memiliki kemampuan teluh hingga diluar wilayah kerajaan Pajajaran, mengingat ia merasa yakin cukup di wilayah pajajaran saja rencana mereka akan berhasil dengan baik. Ternyata semua tak semudah yang direncanakan.

“Bagaimana Kanjeng Dewi ?” Mpu Tunggah bertanya kepada Dewi Nawang Sari.

“Laksanakan saja.....kita harus mencari dimanapun dimuka bumi ini orang yang mampu mewujudkan rencana ini...”. Wajah Dewi nawang Sari terlihat menegang. “Apapun keinginan orang itu, asal mampu melaksanakan akan kita berikan.... tetapi jika tidak, bunuh lah...!”

Mpu Tungggah mengangguk-angguk tanda setuju dan berkata pada Jalak Suta, “sebaiknya puragabaya Jalak Suta sendiri besok pagi-pagi diiringi beberapa prajurit telik sandi pergi kesana dan persiapkan lah bekal selama perjalanan dan hadiah untuk Ki Pati....”.

Mendengar ucapan Mpu Tunggah, Jalak Suta memandang ke arah Dewi Nawang Sari .

“Laksanakan apa yang disampaikan Mpu Tunggah, Jalak Suta...”. Ucap Dewi Nawang Sari.

“Hamba laksanakan, Kanjeng Dewi.....”.

Sesaat kemudian Jalak Suta beserta dua orang prajuritnya yang baru menghadap tadi telah meninggalkan tempat pertemuan itu dan mereka menuju ke kediamannya. Mereka harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk keberangkatan esok pagi sebelum matahari naik memancarkan sinarnya. Karena jika suasana masih gelap tentunya tak akan manarik perhatian dari telik sandi prajurit diluar kekuasaan Sang Dewi Nawang Sari dan Mpu Tunggah.

Di kediaman Dewi Sekarwati, Putri Kadita sedang berbincang dengan ibundanya....

“Ada apa Ibunda.... “ Tanya Kadita, matanya yang jernih menatap ibundanya sambil memegang tangan Dewi Sekarwati.

“Tidak ada apa-apa anakku,” ditatapnya sang putri tertuanya itu dengan dalam. Sambil membelai lebatnya rambut Kadita, air nya menetes membasahi pipi Dewi Sekarwati.

“Katakanlah Ibunda, kenapa sampai meneteskan air mata ? Hati ini pun serasa sakit melihat air mata itu menetes..... apakah ananda berbuat salah sehingga menyusahkan Ibunda ?” Desak Kadita dan matanya juga serasa mengembang hingga ia juga meneteskan air matanya.

Keduanya berpelukan dan saling bertangisan, cukup lama mereka seperti itu.... seolah saling membagi rasa. Setelah itu ibunda Putri  Kadita memegang pundak putri nya dan berkata, “didepan jalan kehidupan banyak yang berusaha merintangi dirimu, anakku...”. Kadita hanya mengangguk.

“Masihkah engkau simpan cundrik emas yang pernah ibunda berikan kala itu ?”

“Masih ada, ananda selalu membawanya kemana pun pergi...”.
Sambil menghela nafas panjang, Dewi Sekarwati mengangguk dan berkata lagi, “jangan sesekali engkau lupa membawanya dan engkau jangan berputus asa apapun yang terjadi menghalangi setiap langkah mu.....”.

“Ananda akan selalu mengingatnya... “,Kadita tersenyum manis berusaha menenangkan hati ibundanya.

“Tidur lah, semalam disini. Ibunda merasa rindu bersamamu...”.

“Iya, Ibunda...”. Malam itu Kadita bermalam di kamar ibunda Dewi Sekarwati, sejak berangkat remaja para putri sudah dipisahkan dengan orang tuanya dan ditempatkan di Keputren. Ia sendiri merasa kangen juga karena sudah lama tidak tidur bersama sang ibunda.

Di Kediaman Puragabaya Jalak Suta, semalaman mereka mempersiapkan diri untuk keberangkatan besok. setelah selesai segala persiapan dan tidak ada kurang satu apapun. Suraji dan temannya membersihkan diri dan beristirahat untuk perjalanan jauh. Sedangkan Jalak Suta telah pula beristirahat. Malam semakin merangkak jauh, binatang malam saling memperdengarkan suaranya untuk menarik mangsa atau mencari pasangan.



bersambung )

SERI KISAH BUNIAN : KERAJAAN BAWAH AIR / HIKAYAT KANJENG RATU (SERI IV)

MENDUNG DI LANGIT PAJAJARAN (1) Pagi itu juga, Purgabaya Jalak Suta tak ingin berlama-lama meninggalkan Pajajaran. Tugas y...