Proolog
Tiupan Pertama, Tiupan Guncangan
Allah berfirman:
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup
sangkakala, maka terkejutlah segala yang dilangit dan di bumi, kecuali
siapa-siapa dikehendaki Allah. Dan mereka semua akan datang menghadapnya dengan
merendahkan diri.”
(An Naml: 87)
Tiupan ini akan mengguncangkan bumi seguncang-guncangnya, mendatarkan
gunung dengan bumi selumat-lumatnya, meletuskan gunung-gunung dengan sangat
sehingga menjadi debu yang bertebaran, membuat laut-laut saling beradu dan
mengeluarkan api yang menyala, langit akan pecah secara luar biasa dan
hilanglah hukum grafitasi yang biasa kita kenal, bintang-bintang berjatuhan,
planet-planet saling bertubrukan, bersatulah matahari dengan bulan dan
hilanglah cahaya benda tersebut, setelah itu keadaan alam semesta kembali
seperti sebelum Allah menciptakannya yaitu hanya berupa kabut dan gas (asap).
Allah berfirman:
”Hai manusia, bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya guncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang amat
besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan ini;
lalai lah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusukannya dan
gugurlah semua kandungan seluruh wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia
dalam keadaan mabuk, padahal mereka semua tidak mabuk, akan tetapi adzab Allah
itu sangat kerasnya.”
(Al Hajj: 1-2)
WARGA KEHORMATAN
Di antara mereka ber-tajassud
kepadaku di bumi,
yang lainnya ber-tajassud di udara.
Di antara mereka ber-tajassud di
manapun aku berada,
yang lainnya ber-tajassud di langit.
Mereka mengajariku dan aku pun
mengajarinya.
Namun, keberadaanku tidak sama.
Aku tetap di dalam entitasku.
Mereka tidak tetap dalam entitasnya.
Mereka menjelmakan diri dalam
berbagai bentuk.
Seperti air yang masuk di dalam
cangkir yang berwarna.
(Ibnu Arabi, Futuhat Al-Makkiyah,
Juz 1 h 735)
Setelah melakukan Shalat Isya, Abu Abu duduk termangu... sudah dua seri kisah
tentang Kerajaan Bawah Air yang diterbitkan dalam blog yang
merupakan tugasnya dari Kanjeng Ratu untuk meluruskan cerita yang beredar di
masyarakat tentang keberadaan Kerajaan Bawah Air. Ia merasa masih ada
sesuatu yang kurang dalam kisah Kerajaan Bawah Air, yaitu hikayat Kanjeng Ratu itu sendiri dan hal ini telah disampaikan Abu Abu kepada Ardi, Pak Haji Guru besar
dan Putra Mahkota Kerajaan Bawah Air. Namun Kanjeng Ratu berpendapat lain, masih harus menunggu waktu..
Entah mengapa Kanjeng Ratu berkeberatan jika saat itu Hikayat hidupnya
disampaikan .. apa yang harus ditunggu ? Pikir nya.....
Hari-hari berlalu, minggu pun ketemu bulan..... malam jam 22.00 malam..
sebuah mobil Nissan Pajero Sport terbaru dengan warna hitam mengkilat berhenti
di depan rumah Abu Abu. Tampak seorang lelaki muda turun dari mobil tersebut.
Tok...tok..tok....
“Assalamualaikum......!”
Lelaki itu mengetuk pintu tempat tinggal Abu Abu, rumah kontrakannya agak
disudut kampung dan sangat sepi sejak mulai maghrib....
Terdengar suara sandal terseret, berarti Abu Abu tidak tidur ... pikir lelaki
itu.
“Waalaikumsalam....
Pintu rumah pun terbuka, terlihat wajah segar dan dengan senyum menyambut
kedatangan lelaki itu. Namun sesaat kemudian kening nya terlipat walau sejenak
saat melihat ada mobil mewah di depan halaman rumahnya...
“Mencari siapa ya, bang.... ?”
Tanya si tuan rumah kepada tamu nya.... ia merasa belum kenal. Lelaki itu masih
berusia sekitar 24 tahun ke atas, masih muda dan terlihat sopan. Sehingga Abu
Abu hanya heran saja tidak was-was. Karena kalau di kota besar bisa saja ada
penculikan atau kejahatan lainnya.
“Menjemput abang beserta rombongan untuk mengikuti acara di Padang12,
bang...”
Lelaki muda itu menjawab pertanyaan Abu dan mengusir keraguan yang
masih terlihat di wajah tuan rumah yang akan dijemputnya.... . Seraut wajah manis dari Asri ikut mendengarkan dan mencubit pinggang abang nya seraya
berkata....
Iya bang, khan bang Ardi udah sms tadi..... jangan lupa pake jas bang...
Lumayan kuat cubitan Asri kepada abangnya.... Abu Abu hanya mengangguk
sambil meringis.
Oh, ya.... silahkan masuk dulu. Saya akan bersiap sebentar...
Abu Abu kemudian mempersilahkan tamunya untuk menunggu di ruang depan,
sementara sang tamu di temani oleh Pangeran Utama dan Pangeran Selempang Kuning
yang telah siap lebih dahulu dan sudah mengetahui akan ada jemputan untuk
mereka. Kedua Pangeran itu telah memakai pakaian kebesaran mereka masing-masing
sesuai dengan asal mereka. Pangeran Utama dengan ciri khas dari Kerajaan Bawah
Air dan Pangeran Selempang Kuning bercirikhan dari Kerajaan Paloh.... mereka
semua ikut juga dalam undangan Raja mengiringi Abu Abu....
Setelah tamu nya duduk... bukan di kursi tamu tetapi duduk dilantai
bersila.... Abu Abu orangnya sederhana dan ia memang tak pernah beli kursi karena
ia sering berpindah-pindah kontrak rumah.... menurutnya dengan adanya kursi nanti
akan merepotkannya jika ia pindah rumah lagi.
Wajarlah jika Abu Abu merasa terkejut bercampur senang, karena biasanya acara kenegaraan yang diundang
adalah hanya orang-orang tertentu yang memiliki pangkat tinggi di Kerajaan
tersebut. Andaikata manusia dari alam nyata tentulah merupakan manusia pilihan.
Walaupun ia bingung kenapa ia sampai diundang, tetapi karena rasa
senangnya yang besar lah menutupi rasa ingin tahunya kenapa ia diundang oleh
Raja.
Segera berganti pakaian dengan setelan jas, Asri pun ikut menemani
abangnya dengan gaun yang cukup indah. Sebelum nya pada pukul 19.00 WIB. Pak
Rasyidi dan Ardi juga telah dijemput oleh utusan dari Kerajaan Padang12 dengan
diiringi oleh 8 dara dengan honda Jazz berwarna biru terang yang mengikuti
dibelakang mobil kerajaan..... diatas mobil-mobil tersebut mereka diiringi juga
oleh ke-7 Bidadari dari Kerajaan Atas Langit yang terbang dengan awan putih di
kaki mereka... hingga saat di jemputnya Abu Abu, mereka sudah berada di
balairung Kerajaan.....
Setelah siap mereka semua pun berangkat dengan mobil jemputan khusus
tersebut. Dalam kisah ini yang berwujud nyata hanyalah Abu Abu, sementara yang
lainnya adalah gaib atau tak nampak dilihat oleh mata biasa, namun mobil dan
penjemputnya nampak secara kasat mata. Tetapi setelah Abu Abu memasuki mobil
dan saat berbelok ditikungan jalan... mobil Pajero itu pun kembali raib dan
memasuki dimensi alam Manusia Bunian Kebenaran..
Rumah dipojok kampung itu pun kembali senyap dan sepi.... hanya suara jangkrik dan kodok
bersahut-sahutan seolah mendoakan keselamatan dalam perjalanan Abu Abu ke
negeri Kerajaan Padang12.
Perjalanan menuju Kerajaan Padang12 ditempuh lebih kurang 15 menit dan
mereka telah sampai di pos penjagaan ring 1 Kerajaan. Dengan memperlihatkan
kartu undangan tersebut rombongan dapat memasuki hingga ring utama
pejagaan kerajaan. Memang sangat ketat sekali penjagaan tersebut...
Penjagaan itu tidak hanya di darat, tetapi di laut dan diudara juga dijaga super
ketat. Saking ketatnya salah seorang warga grup FB Seri Kisah Bunian yang
sering berjalan melintasi dunia ghaib hanya di perbolehkan singgah di luar ring
1. Namun disisi lain ada juga warga SKB (Grup FB Seri Kisah Bunian) yang bahkan
merupakan undangan layaknya pak Rasyidi, Ardi dan Abu Abu.
Seperti di film-film suasana undangan yang hadir kala itu. Abu Abu terasa
sangat kaku dan malu, ia belum pernah mendapat undangan resmi seperti bertemu
dengan pembesar-pembesar di kota tempat tinggal nya.... ini malahan undangan
dari Kerajaan yang selevel dengan undangan kenegaraan. Ciut juga nyalinya....
Pangeran Selempang Kuning menepuk pundak kanan-nya dan berkata...
“Bersyukur dan berdoa lah kepada Yang Maha Kuasa atas kesempatan yang
diberikan kepadamu cucu ku.... “
Ia hanya mengangguk, walau tubuhnya masih terasa gemetar dan disampingnya... Asri tersenyum
melihat kelakuan abang nya itu. Namun semua rasa canggung itu tak lama dirasakannya... karena ia telah dihampiri oleh pak Rasyidi dan Ardi. Mereka juga menggunakan jas
seperti dirinya.... merekapun ber-tiga berbincang-bincang di balairung istana.
Undangan yang datang menurut Ardi adalah para Raja dan Ratu dari kerajaan sahabat
di seluruh negeri serta orang-orang seperti mereka dari Kerajaan sahabat...
Abu Abu hanya manggut-manggut, pantas sangat ramai dan penuh dengan
mobil-mobil mewah dan penjagaannya pun super ketat, mengalahkan ketatnya jika
Indonesia kedatangan Presiden Amerika.
Mendadak Asri mendekati abang nya dan berkata, “Bang... , Asri sama kakak 8
dara ke tempat pengiring undangan ya...”.
“Oh, ya... memang di bedakan kah tempatnya dik ?”
“Iya bang,.... eyang Pangeran Selempang Kuning dan Pangeran Utama juga
ditempat yang berbeda...”
Abu Abu bingung, hanya mengangguk saja.
“Santai saja...”, ujar pak Rasyidi.
“Benar.... kita ditempat tersendiri nantinya...”, sahut Ardi.
“Acara apa sebenarnya pak ?” Tanya Abu Abu kepada pak Rasyidi.
Yang ditanya tersenyum saja, namun Ardi sambil menepuk pundak temannya dan berkata
:
“Ini adalah upacara khusus penerimaan warga kehormatan di Kerajaan
Padang12..”
Abu Abu terhenyak kaget dan seolah tak percaya seraya berkata, “kita
diangkat jadi warga kehormatan kerajaan Padang12, bang.... ?”
Asri dan 8 dara telah bergerak menempati tempat yang di khususkan untuk
pengiring, Pangeran Selempang kuning dan Pangeran Utama juga pindah berkumpul di
tempat khusus untuk undangan para Raja. Disana Ibunda Kanjeng Ratu dan Ayah
Asri serta orang tua para 8 dara serta Ayah dari para bidadari di tempat paling
depan....
Abu Abu, pak Rasyidi dan Ardi serta beberapa undangan lain yang khusus
diangkat menjadi warga kehormatan berkumpul jadi satu dan di tempatkan agak
kedepan dari undangan para Raja dan Ratu kerajaan sahabat dari Kerajaan Padang12
dan berhadapan dengan undangan dari pejabat penting di lingkungan Kerajaan
Padang12 serta kerajaan undangan atau sahabat.
Mereka yang diangkat jadi warga kehormatan tidak hanya untuk jadi warga di
Kerajaan Padang12 saja tetapi dari Kerajaan lainnya juga ada. Sehingga acara
nya dijadikan satu tempat, entah kenapa. Namun kalau ditinjau dari sisi
rasional pikiran mereka bertiga adalah... mungkin untuk menyingkat waktu dan penghematan
atau persatuan di negeri ini sangat erat dan berbeda dimensi dengan tempat
asalnya tinggal. Entah lah.....
Semua undangan dan pejabat istana yang hadir berjajar berdiri sangat rapi, ada beberapa orang yang bertugas untuk
mengatur para undangan yang hadir.
Singkat cerita, setelah kehadiran para Raja dan Ratu dari Kerajaan sahabat
sudah lengkap dan menempati kursi yang disediakan... terdengar suara gong yang
menandakan kehadiran Raja Kerajaan Padang12 bersama Ratu dan keluarganya dengan
diiringi para dayang-dayang dan para Menteri.
Acara yang digelar mirip seperti acara-acara kenegaraan, namun disini
terasa lebih khidmat. Dengan dimulai dari doa kemudian acara kata sambutan dan
dilanjutkan oleh penyerahan secara simbolis kunci dimensi oleh sang Raja kepada
1 orang lelaki dan 1 orang wanita dari kelompok yang diangkat jadi warga
kehormatan. Dimana kunci tersebut adalah mewakili kemampuan yang diangkat untuk
dapat keluar masuk antar dimensi Alam Manusia Bunian Kebenaran dan alam Manusia
Biasa yang kasat mata.
Setelah itu acara ditutup dengan pembacaan doa lalu ucapan selamat dari
para Raja dan Ratu, pejabat penting kerajaan dan para pengiring.... terakhir
ramah tamah.
Kunci dimensi bukanlah sebuah mata kunci yang berbentuk dan berwujud, tetapi
itu merupakan sebuah simbol bahwa yang diserahkan adalah semacam kemampuan
untuk melintas dimensi. Mereka yang terpilih untuk mampu melintasi adalah
orang-orang yang hati dan pikirannya bersih lahir bathin, teguh dalam
menegakkan kebenaran dan menjunjung tinggi perintah-Nya serta larangan-Nya.
Tentunya mereka telah di izinkan-Nya untuk menerima kelebihan tersebut, tanpa
izin-Nya mereka tak akan mampu melintasi ruang dan waktu.
Negara maju sudah lama mempelajari tentang ruang dan waktu, yang di kenal
dengan nama Stargate Project. Bukan suatu yang mustahil jika Tuhan menghendaki,
ingat akan kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW atau kisah Nabi Sulaiman dengan
singgasana Ratu Balqis dari Negeri Saba yang berjarak 2.000 km... ? Atau kisah
pemuda yang tertidur selama 309 tahun lamanya.....
Begitu juga dengan Abu Abu, pak Rasyidi serta Ardi.... mereka memiliki
kunci dimensi dan mampu melintasi ruang dan waktu dalam sekejap.
Apa yang dialami oleh mereka bertiga... setelah menjadi warga kehormatan di
Negeri Kerajaan Padang12 ? Bagaimanakah kisah sebenarnya dari Kanjeng Ratu Bawah Air ?
(Terima kasih atas saran dari Andi Kurniawan....yang ikut memperhatikan kata dan ucapan yang berulang-ulang demi keabaikan penulisan cerita ini...)
(bersambung)
DUTA KHUSUS
KERAJAAN BAWAH AIR
semilir angin laut yang berhembus
membawa seribu berita
bayangan kisah masa lalu yang penuh
warna
turut serta terbawa sang angin menempuh
perjalanan panjang
ku titipkan sebuah rahasia kisah pada
sang angin
menembus batas-batas tirai dimensi
Masih dalam menunggu saat yang tepat apakah akan
keluar cerita Hikayat Kanjeng Ratu, maka terjadilah beberapa kejadian yang
salah satu nya adalah munculnya kisah Manusia Harimau Seri 1 dan Seri 2 dan
kisah-kisah yang tidak dapat dikisahkan disini .... hingga Abu Abu dan Ardi
menjadi warga di Kerajaan Padang12.
Setelah selesai
menunaikan shalat maghrib, si mas kedatangan teman karibnya... Abu-Abu dan
Ardi.... mereka berbincang di ruang tamu.
Ardi berkata
pada si Mas..
“Kedatangan kami
berdua ada yang ingin disampaikan dan dititipkan....”
“Kok serius
sekali.... ada apa ? Ada permasalahan baru ?” Tanya si Mas...
Ardi menoleh
sejenak kepada Abu Abu yang hanya mengangguk saja mempersilahkan Ardi untuk
bercerita kepada si Mas tentang niat mereka.
“Kami berdua
berencana pergi dan tinggal di Kerajaan Padang12...”.
Garis di kening
si Mas bertaut sambil memandang Ardi dan Abu berganti-gantian...
“Yang bener
?....” Si Mas terheran-heran, sepengetahuannya itu adalah cerita rakyat di Kota
Ketapang saja...
“Benar sekali...”.
Abu Abu membuka suara dan berkata kembali, “silahkan bang Ardi melanjutkan...”.
Ardi kemudian
menceritakan kepada si Mas tentang kepergian mereka ke Kerajaan Padang12
beberapa waktu yang lalu. Mereka diundang ke Kerajaan Padang12 dan diangkat
menjadi warga kehormatan.... setelah mempertimbangkan beberapa hal dan
menyelesaikan segala urusan mereka sepakat akan pindah dan menetap di Kerajaan.
“Oh, begitu...
saya paham... walau masih bingung mendengar ceritanya.... “, ujar si Mas.
Abu Abu yang tadi
nya duduk bersandar, sekarang agak serius dan mulai berbicara ...
“Ada permintaan
saya kepada Mas... mudah-mudahan hal ini dapat membantu saya untuk dapat pindah
kesana...”.
“Insya Allah,
jika saya mampu...”.
“Saya minta bantu
menggantikan menjadi admin di Group SKB...”.
“Hehehe, bisa
sih bang.... tapi saya khan kemampuan supranaturalnya dibawah rata-rata..”
“Nanti saya dan
teman-teman membantu...”.
Si Mas terlihat
bimbang, dalam hatinya bertanya... jika mereka berdua pindah ke alam yang
berbeda dengan dirinya dan sepengetahuannya penduduk Kerajaan Padang12 jarang
berinteraksi dengan penduduk dunia nyata ... bagaimana bisa membantu ? Ia
sendiri merasa tak memiliki kemampuan seperti kedua teman akrabnya itu.
Mengenai
interaksi dengan manusia lain... sebenarnya sangat sering terjadi dan bahkan mungkin
tiap hari, hanya orang-orang yang memiliki kemampuan lebih yang mampu
membedakannya antara manusia biasa dan manusia dari alam kebenaran. Si Mas
belum mengalami dan tak memiliki kemampuan seperti itu... tetapi kebesaran
Tuhan juga lah yang akan membuat pengecualian jika berkehendak... .
Abu Abu memahami
kebimbangan temannya..
”Yakin saja..,
teman lain baik yang nampak maupun yang tidak nampak akan membantu... .
Kemampuan dan kesempatan sebagai admin di SKB.... jika kami lihat hanya ada
pada posisi Mas...”.
Ardi mengangguk
seolah membenarkan dan juga memberikan keyakinan atas ucapan rekannya dan
berkata....
“Mas saya lihat
sangat suka dengan bidang IT dan sesuatu hal yang baru dibanding rekan-rekan
kita lainnya. Ya, sisi pas pengganti bang Abu ada pada Mas deh....”.
Abu Abu
menganggukkan kepala membenarkan apa yang dikatakan Ardi.. sedangkan yang
dipinta menjadi Admin menatap kedua rekannya yang terlihat berharap memintanya
untuk menjadi Admin grup...
“Baiklah, bang
Abu dan bang Ardi..... saya setuju dan tentu saja minta didampingi dalam
perjalanan jadi Admin SKB. Karena terus terang saya sendiri seandainya di uji
atau di tes kemampuan menjadi admin pada sebuah grup yang berisikan orang-orang
yang memiliki kemampuan supranatural tentu saja beresiko untuk diri sendiri
ataupun keluarga....”.
Si Mas
menyanggupi tetapi meminta juga dukungan penuh dari rekan-rekan lainnya selain
Abu Abu dan Ardi.
“Mas akan
dilindungi oleh para sesepuh dan dari MBK tentunya... dan Pangeran Utama serta
Asri juga akan berada di rumah ini.... ,” ujar Abu Abu.
“Tetapi saya
belum bisa berkomunikasi dengan mereka bang..”.
“Dalam
perjalanan waktu, nantinya akan dapat berkomunikasi kok...”.
“Ya, hehehe....
kalau boleh nanya siapa lagi yang nanti ada di tempat saya ?”
“Sax, juga akan
menemani Asri di tempat Mas....”.
Setelah itu
malam merangkak naik, tetapi mereka bertiga semakin asyik bercerita apa saja
dan pembicaraan mereka terlihat biasa saja tidak seserius awal bertemu, sudah
terdengar gelak tawa mereka disela-sela pembicaraan.
Harum wangi
cendana yang lembut tiba-tiba menyeruak dalam perbicangan si Mas, Abu Abu dan
Ardi.....
“Assalamualaikum
Warrahmatullahi Wabbarakatuh.... “.
Terdengar suara
salam yang lembut dan halus teriring dengan harum wangi cendana.... hanya Ardi
dan Abu Abu yang mendengar salam tersebut... mereka berdua serentak dalam
bathin menjawab salam dari sesepuh Manusia Bunian Kebenaran Kerajaan Padang12
yang tiba-tiba hadir di ruangan tamu.
“Ada pak Haji
Guru Besar...”, Ardi memberi tahu si Mas... ia hanya mengangguk dan mengucap
salam juga dalam hati.
“Apa khabar pak
Haji ?” Ardi bertanya kepada sesepuh saat beliau telah duduk disebelah nya.
“Alhamdulillah,
baik.... tentunya disini semua demikian juga.... “.
“Kami semua baik
juga....”, Ardi menjawab.
Pembicaraan
disini antara Ardi, Abu Abu dan Pak Haji Guru Besar merupakan pembicaraan
secara bathin.
“Kita akan
kedatangan tamu dari Kerajaan Bawah Air..”’ ujar pak Haji selanjutnya.
“Oh, berita apa
yang dibawa dari Kerajaan Bawah Air ?” Tanya Abu Abu.
“Kita tunggu
saja...”. Kata pak Haji Guru Besar..
Sementara itu
datang ke rumah si Mas 8 dara, Asri dan Pangeran Utama serta tak lupa dengan
berjalan santai dibelakang mobil para MBK itu seekor harimau purba yang sangat
besar yang tubuhnya mengeluarkan harum tumbuhan pandan dialah Sax.
Mereka semua
langsung berkumpul di ruang tengah dan duduk di depan TV, sedangkan Pangeran
Utama dari Kerajaan Bawah Air ikut berkumpul dan duduk disebelah pak Haji Guru
Besar....
Saling sapa
antara Pangeran Utama dan yang telah hadir duluan di ruang tamu itu berlangsung
singkat.... karena tidak lama kemudian
terasa getaran yang sangat kuat yang dirasakan oleh setiap yang hadir di rumah
itu. Getaran itu merupakan gelombang energi yang terpancarkan oleh tamu mereka
yang di tunggu-tunggu.
Walaupun Pangeran
Utama dari Kerajaan Bawah Air dan Putra tertua dari Kanjeng Ratu, tetapi
kapasitas nya saat ini hanya penerima tamu dari utusan Ibunda nya....
Langit malam
yang cerah yang dihiasi gemerlap cahaya bintang tersobek oleh segurat cahaya
putih kebiruan yang melesat kecang dari arah kota Ketapang... sejenak kemudian
saat berada di atas rumah si Mas mendadak cahaya itu berhenti dan turun ke
bumi.... dari balik cahaya itu menjelma sesosok lelaki berpakaian ala senopati
jaman dahulu.
Seperti biasa
salam terucap dan salam berbalas, ternyata benar... yang datang adalah seorang
Duta Khusus dari Kerajaan Bawah Air. Tamu tersebut dipersilahkan duduk oleh pak
Haji Guru Besar.
Silahkan duduk mas Senopati....
“Terimakasih...!” Ucap Senopati sambil bergeser untuk
duduk disebelah pak Haji Guru Besar.
Salam dari Kanjeng Ratu untuk semua yang hadir
disini....
Sang Duta Khusus memulai kalimatnya setelah duduk. Dia
melanjutkan kata-katanya...
“Saya menyampaikan surat dari Kanjeng Ratu untuk bang Ardi...... “.
Sang Duta kemudian mengeluarkan sebuah gulungan kertas
dari balik baju nya. Dia beringsut mendekati Ardi dan dengan kedua
belahtangannya menyerahkan sebuah gulungan... sepertinya
adalah sebuah surat khusus....
“Silahkan, bang....”,
ucap sang Duta...
Ardi menerima dan mengangguk lalu berkata :
“Terimakasih, Senopati....”.
Gulungan itu ternyata sebuah surat.... dalam surat itu ada sebuah logo atau stempel
khusus yang menandakan surat itu adalah resmi dari Kanjeng Ratu. Ardi membuka dan membacanya dengan
sangat serius,... setelah membaca surat itu, ia pun
berkata kepada yang hadir di ruangan itu..
“Saya sudah membaca surat dari Kanjeng Ratu Bawah Air
dan memahami isi dari surat itu... dikatakan oleh beliau bahwa mengirim utusan
/ duta khusus yang akan menceritakan kepada kita kisah awal hingga terbentuknya
Kerajaan Bawah Air. Sang Senopati inilah yang akan menceritakan dan akan
bertanya jawab dengan kita semua, mengingat Sang Senopati juga dulunya adalah
pengawal setia Kanjeng Ratu Bawah Air sewaktu menjadi puteri di Kerajaan
Pajajaran....
Bagaimana kah cerita sebenarnya tentang Kanjeng Ratu Bawah Air ? Banyak versi yang menceritakan ihwal beliau... Nantikan cerita berikutnya yang menguak intrik dan rahasia di dalam riwayat seorang putri yang teraniaya yang tidak pernah di ungkapkan atau diceritakan oleh siapapun.... inilah kisah sesungguh nya ....
(Bersambung)
KADITA SANG ABHISEKA
(PENGGANTI RAJA)
Angin malam berhembus membawa
udara dingin, membuat seluruh rakyat di sebuah kerajaan
menjadi semakin lelap dalam pelukan malam... semakin tebal lah kain yang
menjadi selimut tubuh agar tidak terlalu dingin dan semakin orang-orang pulas tertidur.
Para prajurit kerajaan yang bertugas menjaga keamanan kerajaan pun semakin menggigil terkena udara malam yang dingin.. ada yang bersidekap tetapi ada juga yang membakar kayu api untuk penghangat di pos jaga mereka... mereka pun sudah malas untuk berbincang lagi dan bersenda gurau.. lebih banyak bergelut dengan rasa kantuk dan khayalan masing-masing.
Para prajurit kerajaan yang bertugas menjaga keamanan kerajaan pun semakin menggigil terkena udara malam yang dingin.. ada yang bersidekap tetapi ada juga yang membakar kayu api untuk penghangat di pos jaga mereka... mereka pun sudah malas untuk berbincang lagi dan bersenda gurau.. lebih banyak bergelut dengan rasa kantuk dan khayalan masing-masing.
Sementara itu di kamar peraduan
sang Raja, seorang lelaki yang bertubuh tua namun masih terlihat gagah sedang
berdiri menghadap jendela dan menatap kejauhan wilayah Kerajaan yang dipimpin
nya, dialah yang di kenal sebagai Raja Munding Wangi. Guratan wajahnya terlihat
lelah dan letih, namun pancaran wibawa sebagai seorang raja masih terlihat
jelas... walau saat itu banyak orang terlelap dalam pelukan malam dan menikmati
istirahatnya yang tenang, sang raja justru sebaliknya... hati dan pikirannya
tercurah kepada keluarganya... karena nanti didepan rakyat dan para tamunya
yang dari pelbagai kerajaan sahabat akan diundang hadir untuk sebuah acara penunjukkan
calon pengganti dirinya.
Ia akan menetapkan sebagai
pengganti dirinya adalah Putri Kadita yang lahir dari pernikahannya dengan Sang
Permaisuri Dewi Sekarwati. namun seharian ia didampingi selir nya yang telah
memberi kan seorang putri juga yang bernama Putri Junjung Kedaton. Dalam
deretan usia para keturunannya dari Permaisuri dan selirnya, yang tertua adalah
Putri Kadita yang lahir dari permaisuri, ke-2 seorang putri yang di beri nama
Putri Junjung Kedaton (lahir dari Selir) dan yang ke-3 adalah Putri Arimbi
Ambarwati yang lahir dari Dewi Sekarwati
Dari ke-3 putrinya, yang
dianggapnya siap memimpin kerajaannya kala itu adalah Putri Kadita.... sang
putri wataknya mirip sang raja, teguh pendirian dan senang dengan dunia
pemerintahan serta dapat memberikan ide-ide segar dalam setiap permasalahan
dalam pemerintahannya. Sementara Putri Junjung Kedaton mempunyai watak yang
keras juga dan tidak tetap pendiriannya dan yang terakhir Putri Arimbi
Ambarwati tidak begitu senang dalam dunia pemerintahan.... Namun Ibunda dari
Putri Junjung Kedaton menginginkan dari keturunannya kelak menjadi pewaris
tahta.
Tengah malam telah lewat, ingatan
sang raja kembali pada kejadian sore di tamansari.. Raja Munding Wangi sedang duduk
di taman sari didampingi oleh para abdi setianya.... ia menikmati indah nya
suasana sore itu. Diujung pintu masuk taman sari tampak Ibunda Putri Junjung
Kedaton yang bernama Dewi Nawang Sari berjalan menuju sang raja yang sedang
duduk.... setelah dekat ia menghaturkan sembah kepada suami dan rajanya itu dan
kemudian duduk disampingnya....
Dewi Nawang Sari memulai
pembicaraan dengan suaminya....
“Kanda Prabu, indahnya tetumbuhan
yang hidup subur di taman sari, kumbang dan kupu yang terbang hilir mudik
mencari makan tampaknya sungguh membuat kanda raja bahagia....”
Raja menarik nafas dan dia
tersenyum sambil berkata, “Benar sekali, saya bahagia dan bersyukur masih dapat
menikmati keindahan persada ciptaan Sang Hyang Widhi...”.
“Namun yang hamba lihat yang
membuat kanda prabu bahagia tentu bukannya keindahan taman sari ini. Tentu hal
lainnya yang menjadi sumber kebahagiaan.... “, pancing sang selir kepada
rajanya. Ia sebenarnya mengetahui bahwa yang menyebabkan sang raja bahagia
adalah keputusan bulat nya akan menahbiskan Putri Kadita sebagai Abhiseka. Dalam
setiap pertemuan atau makan bersama sang raja sering menyebut-nyebut nama Putri
Kadita yang memiliki kecantikan sebagaimana ibundanya yang cantik jelita serta
memiliki kemampuan kepemimpinan yang melebihi sang raja. Tetapi sang raja tak
pernah menceritakan bahwa Putri Kadita adalah keturunan dari kerajaan langit
atau dari Kerajaan Kahyangan langsung, karena ibundanya adalah sesungguhnya
putri ke-2 dari Raja Kahyangan.
“Ya, dinda ...... saya ingin
melepaska rasa penat di jiwa oleh tugas didunia ini dan ingin kembali dekat
dengan Sang Hyang Widhi dan mengamalkan ajaran Nya...”. Mata sang raja
menerawang jauh dan bibirnya tersenyum bahagia. Sang raja ingin lengser
keprabon dengan tanpa ada pertikaian, sesaat kemudian senyum dibibirnya kembali
datar dan menghela nafas panjang. Beberapa waktu lalu dalam ruang meditasi nya
ia telah menerima semacam pertanda dan ia telah membicarakan kepada penasihat
spiritual kerajaan yang bernama Mpu Tunggah.
Pertanda yang terlihat sang raja
adalah Matahari dan seekor Naga raksasa. Hal tersebut kemudian dipertanyakan
kepada Mpu Tunggah. Sang penasihat mengatakan bahwa sudah waktunya sang raja
untuk memikirkan dan kemudian menunjuk penggantinya, dan sang pengganti ini
akan membawa kerajaan kepada kemakmuran dan akan terkenal dan akan menjadi pusat nya pemerintahan manca
negara.
Berdasarkan pemikirannya dan
nasihat dari Mpu Tunggah, sang Raja kemudian menilai mana yang layak menjadi
penggantinya. Yang setelah melalui pemikiran dan pertimbangan yang panjang sang
Raja memilih Putri Kadita sebagai calon penggantinya..
Kenapa pilihan sang Raja Munding
Wangi jatuh kepada Putri Kadita ? Selain sering kali setiap permasalahan
kerajaan dibahas oleh sang Raja, hanya Putri Kadita lah yang paling banyak
memberikan saran kepada nya..
Raja teringat sewaktu dirinya
masih muda dan disuatu tempat di hutan dimana ia bertapa dan ditemui oleh
seorang putri cantik yang ternyata adalah seorang bidadari ke-2 dari kerajaan
kayangan. Setelah menjadi raja dan memiliki 2 orang permaisuri.... sang raja
akhirnya meminang putri ke-2 dari kahyangan untuk menjadi permaisurinya. Sang
putri menerima dengan syarat bahwa keturunannya akan menjadi penguasa, sang
raja setuju dan kemudian mereka menikah.
Sang putri kahyangan pun berwujud nyata dan dikenal dengan nama Dewi Sekarwati
yang dikenal oleh rakyat sebagai permaisuri yang cantik jelita. Itulah kenapa
sang raja menginginkan Putri Kadita keturunan nya dari Dewi Sekarwati yang
masih memiliki darah langit ingin dijadikan sebagai penggantinya...
Sementara sang raja sedang
bercengkerama dengan Dewi Nawang Sari, di keputren di kamar Putri Kadita sedang
berbincang-bincang dengan ibundanya juga... Dewi Sekarwati.
“Anak ku, sudah siapkah engkau
menjadi Abhiseka dan menghadapi segala permasalahan atau pun perbuatan sebagai
akibat dari penunjukkan pengganti ayahnda prabu ?” Dewi Sekarwati memegang
tangan putri tertuanya dan memandang lekat-lekat wajah ayu anaknya yang sudah
dewasa dan semakin cantik.
Hatinya bercampur khawatir akan firasat yang
diterimanya, apa yang akan dihadapi Kadita di kemudian hari.
Sebagai seorang Bidadari tentu
Dewi Sekarwati memiliki rasa yang sangat titis terhadap sesuatu hal yang
tersembunyi. Namun sebagai Bidadari sendiri ia tak dapat merubah yang sudah
menjadi takdir yang dijalani oleh umat manusia....
“Semua yang dikehendaki Dewata
Agung, hamba siap ibunda”, Kadita meyakinkan ibunya agar tidak mengkhawatirkan
dirinya.
“Engkau harus berhati-hati,
Kadita.... tidak semua nya senang akan hal ini. Ibunda sudah menyiapkan
orang-orang yang setia untuk melindungi keselamatanmu anakku.. kemanapun engkau
pergi akan ada prajurit dan emban yang telah ibunda yakini kesetiannya kepada
kita”.
“Ananda mengerti, ibunda”. Kadita
memegang tangan Dewi Sekarwati untuk menenangkan hati ibunya. Dia pun memahami
keadaan dirinya sekarang yang tentunya tidak seperti sebelum ia akan dilantik
sebagai Abhiseka. Saudara tirinya Putri Tanjung Kedaton dan ibu nya sangat
tidak menyukainya dan ia waspada akan hal itu. Jika mereka ingin mendapatkan
sesuatu mereka selalu berbuat apa saja untuk mencapai apa yang menjadi
keinginannya.
Dewi Sekarwati mengeluarkan sesuatu
dari balik pakaiannya, sebuah bungkusan kain putih sutera yang mengeluarkan
harum bunga namun harumnya tersebut tak ada dimuka bumi ini. Sebuah patrem
emas, yang didapatkan dari nenek Kadita
atau ibu nya Dewi Sekarwati.
“Ambil dan simpanlah, anakku..
ini akan melindungimu dari perbuatan jahat orang”.
“Darimana ini, Ibunda ?” Patrem
emas itu dipegangnya, namun masih dalam bungkusan kain sutra.
“Ini adalah pemberian nenekmu...
simpanlah dibalik tubuhmu kemanapun engkau berada”.
Kadita pun melipat kain yang
membungkus patrem itu dan menyimpan dibalik stagennya. Sesungguhnya nenek dari
Putri Kadita adalah permaisuri Raja Kahyangan yang memberikan patrem emas untuk
melindungi kekuatan jahat anaknya yang telah bersikukuh untuk hidup dimuka bumi
bersama suaminya Raja Pajajaran.
Jika semasa menjadi bidadari tak
dapat seorangpun melampaui kekuatannya, namun setelah memutuskan hidup sebagai
manusia biasa dimuka bumi tentunya Dewi Sekarwati tak lagi memiliki
kemampuannya seperti dulu saat menjadi bidadari, itulah sebabnya kenapa permaisuri kerajaan kahyangan
memberikan pusaka patrem emas kepadanya dan sekarang diberikan kepada Putri
Kadita.
Di Taman Sari masih ada sang raja
bersama dewi Nawang sari....
“Kakanda, hamba mohon ampun
beribu ampun....”, ujar Dewi Nawang sari kepada suaminya.
“Ada apa Nawang..?” Sang raja
memandang Dewi Nawang Sari
“Jika hamba bertanya, janganlah
kakanda prabu marah.....”.
“Tentu tidak jika dalam batas
nalar, Nawang...”. sang prabu tersenyum. Melihat itu Dewi Nawang Sari beringsut
duduk dan bersandar dipundak sang raja. Harum melati dari tubuh Dewi Nawang
Sari menyambar hidung sang raja, tangan nya kemudian memeluk pinggang selirnya...
“Bicaralah..”.
“Hamba harap, kakanda jangan
marah..”. Ujar Dewi Nawang Sari. Matanya menerawang jauh, ia beberapa kali
menarif nafas untuk menguatkan hatinya agar dapat mengucapkan apa yang telah
direncanakannya semula sebelum menemui sang raja.
“Menurut hamba, Kadita tak pantas
menjadi Abhiseka dan pengganti kakanda prabu karena asal usulnya tak jelas dari
keturunan siapa sehingga akan merusak pamor kerajaan pajajaran.... saat ini
hanya Putri Tunjung Kedaton yang dari segi usia dan sisilahnya sudah diketahui
oleh seluruh rakyat ataupun negeri sahabat...”
Cukup singkat kalimat yang disampaikan
Dewi Nawang Sari namun serasa menampar keras wajah sang raja. Ditolaknya tubuh
selir itu dan dengan wajah memerah, sesaat ia lupa akan janjinya untuk tidak
marah.... namun pertanyaan yang diajukan sang selir sangat kasar dan mengungkit
harga dirinya sendiri sewaktu mengambil Dewi Sekarwati menjadi istrinya. Kisah
pertemuan dengan Dewi Sekarwati sudah diketahui oleh khalayak umum namun asal usulnya
sebagai seorang bidadari tentu tak semua orang percaya, sehingga Dewi Sekarwati
diceritakan adalah putri seorang pertapa di sebuah gunung tempatnya ia bertapa
semasa muda.
“Ucapanku adalah ucapan seorang
Raja dan ucapanku adalah keinginan Dewata, Kadita adalah keturunanku....”. Sang
Raja berkata perlahan tapi dengan amarah yang meluap dan ucapannya bergetar
menahan marah.... seolah ia merasa dipermainkan akan keputusannya yang sudah
bulat menetapkan Kadita sebagai pengganti dirinya.
Dewi Nawang Sari tentu sudah
mengetahui jika jalan terakhirnya membujuk sang Raja ini gagal tentu akan
membuat sang Raja akan sangat marah.... ia sudah siap dengan taktiknya
menaklukkan suaminya itu.
“Aduh ampun beribu ampun
kakanda....”, Dewi Nawang sari menunduk dan menyembah sambil menangis
sesegukan..
“Bukan maksud hamba berbuat
lancang dang meragukan sabdo pandita ratu... hanya rasa sayang hamba pada
paduka lah ucapan ini keluar tanpa dapat hamba sadari.... ampun kan hamba...
hukumlah seberat-berat nya atas kekeliruan yang tak hamba sadari karena kasih
hamba kepada paduka...”.
Walau masih menggelegak rasa
marah di dada sang raja, namun melihat Dewi Nawang Sari menyembah dan menciumi
kakinya sambil menangis.... luluh juga hati sang raja melihatnya. Pikiran
jernih karena pengaruh usia lebih cepat meyadarkannya untuk tidak berada dalam
kuasa amarah.
“Hhhh...., apa sebenarnya yang
terlintas dalam pikiranmu, Nawang ? Keputusan ku sudah bulat dan jangan
pertanyakan lagi tentang hal seperti itu... biarkan saya sendiri disini,
kembalilah ketempatmu”.
Dewi Nawang Sari mengangguk dan
mencium kedua tangan sang Raja sambil berkata, ”mohon ampun dan maafkan
kelancangan hamba kakanda Prabu.... hamba menerima dan mengikuti apa yang menjadi
kehendak Dewata Agung melalui paduka Raja...”.
Dewi Nawang Sari beringsut mundur
dan sekali menyembah suami nya, setelah itu ia berbalik dan meninggal kan Taman
Sari diiringi para emban yang menunggu di pintu masuk taman. Mereka tadinya
sedang berbincang-bincang juga dengan pengawal raja diluar
Tak sampai disitu rencana Dewi
Nawang Sari yang menginginkan agar Putri Tunjung Kedaton menjadi Abhiseka, ia
memiliki rencana lainnya. Ia akan menemui penasihat spiritual sang Raja yaitu
Mpu Tunggah yang diketahuinya dari mata-matanya bahwa sang Mpu berseberangan
dengan Sang Raja dalam menetapkan Putri Kadita sebagai Abhiseka.
Malam
semakin larut, Raja Munding wangi tersadar dari bayangan siang hari di Taman
Sari..... kelelahan memikirkan kejadian siang tadi membuatnya tak mampu lagi
menahan kantuknya. Ia pun menuju pembaringannya dan berusaha menutupkan mata
agar tertidur. Dipaksakannya untuk dapat tertidur... yang akhirnya memang ia
terlelap dalam gundah gulana tindakan Dewi Nawang Sari..
(Bersambung)
DENDAM
BERBUAH RACUN
Gagal sudah apa yang
direncanakan oleh Dewi Nawang Sari. Wajah nya terlihat geram setelah ia berada
dalam peraduan. Tentu saja rasa kecewa dan jengkel serasa memenuhi sekujur
tubuhnya...
Dewi Nawang Sari berjalan
hilir mudik, ia berpikir keras apa yang akan dilakukannya lagi. Hatinya
diliputi oleh nafsu untuk mencapai suatu tujuan dengan segala macam cara. Jika
cara membujuk sang raja tak berhasil maka ia akan melakukan dengan cara
menyingkirkan Putri Kadita.
“Mban Semi.....!”
Ia memanggil seorang
emban setia bernama Rasemi yang betubuh tambun, emban ini telah mengikuti nya
sejak ia masih gadis hingga sampai sekarang.
Pintu peraduan Dewi
Nawang Sari tersibak, sosok tambun Rasemi tergopoh-gopoh menghampiri tuan
putrinya.... ia memang selalu mengikuti terus apa yang sedang terjadi pada
tuannya dan sudah mengira bahwa upaya yang dilakukan junjungannya membujuk sang
raja agar membatalkan pencalonan putri Kadita telah gagal.
Setelah mendekat Rasemi
bersimpuh dan berkata...
“Hamba... Ratu...,”
wajahnya kemudian menunduk menatap lantai menunggu apa yang akan disampaikan
kepadanya.
Wajah Dewi Nawang Sari
masih terlihat jengkel.....
“Saya gagal...”, ucapnya
seolah berbicara pada dirinya sendiri. Dadanya kembali menyesak dan panas
mengingat penolakan sang raja atas permintaanya.
“Hamba mengerti dan
turut kecewa mendengarnya tuan putri“, ucap embannya, masih menundukkan
kepalanya. Kemudian melanjutkan berkata, “apa yang diinginkan tuan putri saat
ini pasti akan saya laksanakan sebaik-baiknya....”.
Dewi Nawang Sari menarik
nafas ingin meringankan himpitan di dadanya.... dan terlintas bagaikan kilat
dalam pikirannya bahwa sebenarnya berat jika ingin melaksanan rencana
selanjutnya, tetapi cara biasa tidak berhasil. Apa boleh buat, ia harus
berusaha agar keturunannya lah kelak yang memerintah negeri ini.
“Mban Semi..., cari lah
racun yang kuat dan tak berbau... usahakan dapat dicampurkan dalam makanan atau
minuman putri Kadita...”.
Tercekat wajah Rasemi
dan detak jantungnya pun serasa berhenti, keningnya berkerut sejenak. Namun
perubahan air mukanya tak nampak oleh Dewi Nawang Sari karena masih menatap
lantai.
“Hamba, Kanjeng Ratu....”.
“Berhati-hatilah dalam
bertindak, Mban Semi..... bersegeralah... “. Dewi Nawang Sari kemudian
memberikan Rasemi sebuah kantong kecil yang berisikan keping emas.
“Hamba melaksanakan apa
yang menjadi tanggungjawab ini..”, ujar Emban Semi setelah menerima pemberian
Dewi Nawang Sari dan kemudian beringsut mundur kemudian merapatkan ke sepuluh
jarinya sebagai tanda sesembahannya.
Setelah keluar dari tempat
peraduan Dewi Nawang Sari, ia bergegas pergi mencari seseorang yang mampu
mencarikan apa yang dipinta oleh tuan putri nya. Seseorang itu adalah seorang
lelaki tua yang berusia lebih kurang 50 tahun yang mengabdi pada Mpu Tunggah
sejak pertama kali diangkat menjadi penasihat Spiritual sang raja. Emban Semi
mengenalnya karena masih ada hubungan kekeluargaan dengan dirinya.
Langkahnya menuju arah Utara
Kerajaan, disana tempat tinggal Mpu Tunggah. Setelah melewati para penjaga
kediaman Mpu Tunggah yang sudah dikenalnya, tanpa canggung lagi ia menuju ke
sudut taman.
Terlihat seorang lelaki
tua dan bertubuh ceking sedang memainkan sapu ijuknya membersihkan daun-daun
yang berguguran. Namanya Ki Rangkas, raut wajah nya memperlihatkan guratan yang
menandakan usia yang sudah cukup tua.... mata nya terlihat tajam dan walaupun
sudah berusia tua gerakannya menyapu sangat mudah dan ringan bagi siapapun yang
melihat pasti akan berkata,... ah, gampang menyapu.... Tapi halaman yang
dibersihkan sangat luas tentu tak akan semampu ki Rangkas.
“Ki...!! Ki...!! Ki
Rangkas....!!”.
Emban Semi mempercepat
langkahnya.
Yang merasa namanya
dipanggil, mengangkat wajahnya tetapi sapu nya masih tetap mengayun mengatur
dedaunan kering ke pinggir kakinya. Tapi tak lama ayunan sapu nya berhenti
setelah melihat kedatangan Emban Semi.
“Eee..... Semi....
hehehe... angin apa yang membawamu kemari ?” Ki Rangkas berkata sambil
tersenyum setelah Emban Semi berada didekatnya..
Rasemi mencium tangan
orang tua itu dan berkata,”angin lesus, paman....”.
Ki Rangkas tersenyum
dan kemudian Emban Rasemi menarik tangannya dan melangkah menuju ke sebuah pohon asam yang rindang.
Setelah mereka duduk di
bawah pohon, Rasemi pun menceritakan semua apa yang terjadi saat ini. Bagaimana
upaya dari Dewi Nawang Sari yang ingin mengajukan putri Tunjung Kedaton sebagai
Abhiseka tetapi langsung ditolak mentah-mentah oleh sang raja dan tetap menunjuk
putri Kadita lah sebagai calon penggantinya.
Setelah panjang lebar
Rasemi bercerita mengenai permintaan khusus Dewi Nawang Sari untuk meracuni
putri Kadita yang akan dilaksanakan sebagai rencana kedua, Ki Rangkas
manggut-manggut sambil memegang janggut nya yang tumbuh hanya beberapa helai.
Mata ki Rangkas
terpejam, Rasemi memandangnya saja dan dia tak begitu memperdulikan sikap ki
Rangkas setelah mendengar ceriteranya barusan... apakah melamun atau berpikir.
“ini ada titipan dari
Kanjeng Dewi, paman....”, Rasemi memecahkan keheningan dan memutus lamunan ki
Rangkas sambil mengeluarkan bungkusan kecil berisi kepingan emas.
“He he he he..... “.
Mengembang lah senyum
ki Rangkas saat melihat bungkusan kain berisi koin emas ... tangannya bergerak
mengambil bungkusan itu. Setelah dibuka... ternyata ada 3 logam keping, oleh ki
Rangkas diambilnya salah satu logam itu lalu digigitnya... . Keping emas itu dilihatnya
sejenak kemudian digigit, keningnya bertaut
dan kemudian ia pun mengangguk.
“Aseli emas...”.
“Itu dari Dewi Nawang
Sari, paman. Bagaimana bisa tidak aseli...?” Ucap Rasemi.
“Iya.... tapi itulah
kebiasaan paman, nduk..... dan itu lah caranya agar bisa dijual nantinya
sebagai biaya pekerjaan ini....”.
Selagi mereka
berbincang-bincang di bawah pohon asam, beberapa ekor burung pipit bermain-main
diatas dahan dan berkejar-kejaran di siang hari yang cerah. Tetapi ada 1 ekor
burung pipit yang hanya diam saja seolah sedang bersedih hati dibanding burung
pipit lainnya, tubuh pipit ini agak lebih besar dan ada corak emas dibulunya.
Setelah dengan seksama
memperhatikan kedua orang yang sedang berbicara dibawah pohon itu, si burung
pipit berbulu emas itu pun terbang ke atas dan menuju sebuah bangunan di
sebelah selatan bangunan Kerajaan. Di sebuah jendela yang terbuka ia terbang
masuk dan hinggap diatas meja kecil.
Itu adalah ruang peraduan
Dewi Sekarwati. Ruangan ini sangat harum dan terasa lembut, ruangannya pun
terasa luas dan lega tidak penuh dengan barang-barang mewah sebagaimana para
Permaisuri atau selir raja lainnya.
Di depan meja kecil
tempat burung pipit hinggap ada sebuah ruangan berukuran 3x3 meter persegi yang
tertutup oleh tirai kain sutera. Ternyata di dalam ruangan itu duduk dalam
posisi meditasi bunga teratai adalah Dewi Sekarwati.
Matanya terpejam
terlihat bagaikan tidur, namun sebenarnya rasa dan karsanya mengikuti setiap
pergerakan dalam ruangan tersebut.... termasuk kedatangan burung pipit itupun
diketahuinya tanpa harus membuka mata.
Terjadilah pembicaraan
secara bathin antara kedua mahluk yang berbeda ujudnya.
“Berita apa yang
membawamu kemari pipit emas ?” Tanya Dewi Sekarwati. Dari kata-kata yang
ditujukan ke burung pipit, sepertinya mereka telah saling mengenal.
Sesungguhnya burung
pipit emas adalah salah satu peliharaan Dewi Sekarwati sewaktu dirinya masih di
Kahyangan. Sesekali jika merasakan bahaya atau ada berita yang perlu diketahui
oleh tuannya.... si burung turun ke bumi untuk menyampaikan berita.
“Putri Kadita dalam
bahaya....”.
“Darimana sumber
beritanya ? Semalam pun saya mendapatkan getaran alam yang mengisyaratkan
sesuatu akan terjadi suatu perubahan besar.... tapi saya sekarang memiliki
keterbatasan sebagai manusia...”
“Hamba tadi mendengar
pembicaraan antara emban nya Dewi Nawang Sari dan juru tamannya Mpu Tunggah....”.
“apa yang mereka bicarakan....
berkaitan dengan putri ku..?” Kening Dewi Sekarwati sedikit berkerut, tubuh
kasarnya merespon perasaannya yang khawatir terhadap keselamatan Putri Kadita.
“Hamba Dewi..... mereka
merencanakan akan memberikan racun pada makanan atau minuman putri Kadita....”.
Tubuh Dewi Sekarwati
bergetar setelah mendengar berita yang mengejutkannya, ia sebenarnya sudah
menyadari akan akibat yang timbul saat sang raja memilih putri tertuanya
menjadi Abhiseka. Ternyata apa yang menjadi kekhawatirannya selama ini
terbukti, keturunannya dalam bahaya besar. Firasat alam yang menggugahnya kesadaran
tertingginya juga mulai terkuak menjadi semakin jelas.
“Hamba nanti akan
memberitahukan mana makanan atau minuman yang beracun Kanjeng Dewi.....”,ujar si
pipit emas dan dengan mengepakkan sayapnya ia pun berpamitan dengan tuannya
untuk kembali ke Kahyangan.
Sepi.... tak ada
pergerakan apa-apa di ruangan itu setelah pipit emas pergi dalam hitungan jam...
suasana tetap hening.... manakala sang mentari mulai meredupkan sinarnya di
balik pegunungan, terlihat Dewi Sekarwati menggerakkan kedua tangannya mengambang
dan merapatkan kedua telapak tangan di depan dada. Selesai lah ia melakukan
meditasi.
Sungguh sangat tenang
sikap Dewi Sekarwati, walau baru saja mendapatkan berita rencana keji dari Dewi
Nawang Sari yang ingin menyingkirkan putrinya.
Tidak ada yang ia
persiapkan dalam situasi seperti itu , karena Dewi Sekarwati menyakini bahwa
pipit emas akan memberitahukan saat putri nya akan di racun. Itupun tentu
mendatangkan keuntungan bagi dirinya bahwa tak seorangpun yang dapat
membocorkan jika ia telah mengetahui apa yang bakal terjadi.
Karena, andai Dewi
Sekarwati panik dan mengambil tindakan keamanan tingkat tinggi untuk
keselamatan Putri Kadita... tentu rencana keji Dewi Nawang Sari akan juga
berubah dan tentunya akan sulit baginya untuk mengetahui rencana berikutnya.
Beberapa hari kemudian,
saat Putri Kadita sedang makan siang bersama para saudarinya di sebuah pondok
di taman sari sambil menikmati keindahannya.... ada terjadi suatu kejadian
dimana saat dilayani oleh para emban... Putri Kadita ingin minum air putih setelah
selesai menyantap makan siang.
Seorang emban muda yang
baru bekerja di lingkungan istana mengambilkan gelas kosong yang sudah tersedia
di dekat meja makan. Selanjutnya ia menuangkan air putih yang telah tersedia di
meja khusus tempat teko air dan buah-buahan.
Saat akan meletakkan
gelas yang telah berisi air putih di meja di samping Putri Kadita, sepasang
burung pipit yang sedang bekejar-kejaran di sekeliling pondok tanpa sengaja
terbang dan melanggar gelas air minum yang sedianya akan diminum oleh Putri
Kadita. Gelas itu pun jatuh ke lantai dan pecah berantakan.
Sebenarnya bukan tanpa
sengaja sepasang burung pipit itu menyenggol gelas hingga jatuh dan pecah
berantakan. Gelas itu khusus memang telah disediakan oleh suruhan Ki Rangkas, pada
dasar gelas diberi racun yang tak berbau dan berasa juga tak terlihat. Jika
sampai diminum oleh Putri Kadita, hanya perlu 1 minggu saja nyawanya tak akan
dapat tertolong....
Mendengar kegagalan
keduanya, tentu saja membuat Dewi Nawang Sari tambah berang. Semakin besarlah
dendam di hatinya yang membuat dirinya berpikir keras mengenai tindakan
selanjutnya bagaimana menyingkirkan Putri Kadita apapun resikonya.
Ia sekarang mulai mengerahkan
banyak telik sandi untuk menggali informasi mengenai situasi kerajaan kala itu.
Sebelum menentukan tindakan selanjutnya, tentu saja informasi sangat penting
bagi dirinya.
Berbagai laporan dari
para telik sandi yang diterimanya.... ia mendapat salah satu catatan penting
guna mendukung rencana ketiganya itu. Ternyata Mpu Tunggah sering berbeda
pendapat dengan sang raja.
Apa yang akan dilakukan
Dewi Nawang Sari pada Mpu Tunggah ?
Apa Rencana ke-3 nya ?
(Bersambung)
PERSEKUTUAN JAHAT
Kebesaran seorang Raja
pada sebuah kerajaan tentu tidak hanya karena seseorang saja, tetapi banyak
aspek yang mendukungnya. Kesuksesan kerajaan Pajajaran dalam pimpinan Raja
Munding Wangi tentunya juga berkat kepiawaiannya dalam memanage pemerintahan
dengan dibantu oleh para cerdik pandai. Raja banyak memiliki para penasihat
sesuai dengan keahliannya masing-masing, namun kala itu yang sangat dekat dengan
raja adalah kedudukan sebagai Penasihat Spiritual.
Mulai dari hal pribadi
hingga urusan kenegaraan, penasihat spiritual sangat memegang peranan penting
dalam menentukan kegiatan sang raja sehri-hari. Hal inilah yang dapat membuat
seorang manusia menjadi keblinger atau lupa daratan jika telah meduduki posisi
seperti itu. Memang, yang namanya manusia selalu tidak akan pernah puas dalam
menggapai apa yang diinginkannya... tak terkecuali yang dirasakan oleh Mpu
Tunggah yang menjabat sebagai Penasihat Spiritual.
Tidak hanya zaman
dahulu saja suatu pemerintahan dimana pemimpinnya memiliki penasihat spiritual
dan mendapat jabatan resmi, di zaman sekarang pun seorang pemimpin negri ini
juga memiliki penasihat spiritual. Perbedaannya adalah dulu ada jabatan resmi
dari pemerintahan sedangkan zaman sekarang biasanya diselipkan sebagai asisten
pribadi atau staff ahli dan kadang juga tidak diekspose secara umum.
Sekarang timbul
pertanyaan, kenapa tidak diekspose ? Ya, kemungkinan saja merasa malu jika
ternyata sang pemimpin ketahuan menyenangi spiritual dan akan dianggap kuno
atau berbau klenik, hal ini adalah suatu pendapat yang menurut saya sendiri
tidak tepat memposisikan konteks masalahnya. Perlu diingat budaya bangsa ini
maupun sejarah bangsa kita tak pernah lepas dari mitos dan hal yang bersifat
ghaib / tak kasat mata.
Kita melihat kembali ke
masa pemerintaha Raja Munding Wangi yang dengan Penasihat Spiritualnya yaitu Mpu
Tunggah. Beberapa kali nasihat yang disampaikannya kepada sang Raja tidak
diikuti, hal ini yang memicu rasa kecewanya kepada sang Raja. Tetapi sebagai
penasihat, seharusnya Mpu Tunggah tidak selayak nya mempunyai perasaan seperti
itu.... tugasnya hanya memberi saran, apakah sarannya diperhatikan atau
digunakan sang raja atau tidak itu bukanlah menjadi urusannya. Ya, tak seharus
nya Mpu Tunggah melibatkan perasaan pribadi terhadap tugasnya yang telah
dipercayakan raja Munding Wangi kepadanya.
Dimasa sekarangpun
banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, mulai dari jabatan yang
paling tinggi hingga jabatan sekelas ketua RT. Bantuan dana hingga bahan pokok
makanan pun masih bisa mereka selewengkan demi keuntungan pribadi atau
golongan. Jadi yang namanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dapat dikatakan
sudah ada sejak zaman dahulu.
Sulit mencari orang
yang jujur dan bersih disaat sekarang, andaipun ada mampu bertahan berapa lama
seseorang itu menghadapi godaan-godaan duniawi. Ah, mudah-mudahan masih ada
orang-orang yang perduli dengan kebenaran dan memupuknya hingga bersemi kembali
untuk membangun negara ini yang telah porak poranda dihancurkan oleh bangsanya
sendiri.
Dulunya Mpu Tunggah
adalah seorang abdi yang bertugas di sebuah kadipaten kecil di wilayah kerajaan
pajajaran. Hingga pada suatu masa karena pemikirannya yang cemerlang dan mampu
membuat kadipaten tempat tinggalnya terkenal akan kemakmuran dan kemampuannya
dalam mengelola setiap permasalahan yang timbul.... membuat tertarik sang raja
untuk memboyong Mpu Tunggah menjadi pejabat di kerajaan danmembantu para
penasihat raja lainnya.
Karirnya di kerajaan
sangat cemerlang, pada akhirnya posisi penasihat spiritual yang kala itu kosong
di berikan kepadanya untuk membantu sang raja dalam mengelola pemerintahan.
Sayang sekali di akhir masa kerajaan Pajajaran dan disaat usia sang raja telah
senja, tabiat sang penasihat spiritual juga berubah. Banyak pejabat istana yang
bertanya kepadanya bahkan dalam urusan yang sepele membuat Mpu Tunggah besar
kepala.
Keinginannya mengusai
kerajaan itu pun ada dalam pikirannya, ia juga telah membentuk kelompok
orang-orang yang tak menyukai tindakan sang raja bahkan telah memiliki pasukan
khusus tanpa sepengetahuan kerajaan. Pasukan itu berasal dari panglima-panglima
kerajaan yang bersekutu dengannya yang sewaktu-waktu dapat digerakkan jika
keadaan kerajaan sudah melemah.
Celah kelemahan
kerajaan sudah terbaca olehnya, sejak dilihat adanya pertentangan dalam
pemilihan Abhiseka. Selir raja yang rakus menginginkan keturunannya menjadi
Abhiseka namun sang raja lebih memilih putri dari permaisuri Dewi Sekarwati
yang menjadi Abhiseka yaitu Putri Kadita. Upaya dari selir raja itupun tak
lepas dari pandangan matanya yang tajam dalam setiap mengamati keadaan, dia
telah menempatkan telik sandinya dimana-mana. Sehingga informasi sekecil apapun
tentunya dapat diketahui oleh Mpu Tunggah.
Ia pun mengetahui
kegagalan dari segala upaya yang dilakukan oleh Dewi Nawang Sari, hingga
terakhir adalah upaya meracuni minuman putri Kadita karena apa yang dilakukan
oleh Ki Rangkas tukang kebunnya yang melapor kepadanya dahulu sebelum
bertindak. Setelah mendengar kegagalan meracun putri Kadita yang sampai
ditelinganya, Mpu Tunggah ikut kecewa namun dia sangat hati-hati agar dalam
tindakan nya andaikata ketahuanpun ia tak tersangkut paut, semua kegiatan dalam
menentang arus kepemimpinan raja Munding Wangi dilakukannya dengan sangat
hati-hati dan disusun dengan cermat. Setiap orang pasti tak akan dengan mudah menuduhnya
dan yang akan nampak justru Dewi Nawang Sari lah yang berbuat, sungguh cerdik
dan licik apa yang diperbuat oleh Mpu Tunggah.
Diruang tengah
kediamannya yang sangat luas, Mpu Tunggah duduk sambil membaca lontar kuno.
Sepertinya berisi sebuah ilmu pengetahuan tentang ilmu perang, akhir-akhir ini
ia begitu tertarik akan hal yang satu itu, pikirannya seolah terbuka membaca
segala bentuk strategi militer.
Tiba-tiba masuklah
seorang pengawal yang menjaga rumah dinasnya... ia menghadap dengan
unggah-ungguh militer yang menghadap pimpinannya..”Salam tuanku Penasihat, ada
utusan yang ingin bertemu..”.
“Siapa yang ingin
bertemu...?”
“Seorang Puragabaya
tuanku penasihat, dari kediaman Kanjeng Dewi Nawang Sari..”.
Mpu Tunggah mengangguk,
tanda ia menyetujui untuk bertemu dengan tamunya itu. Ia sudah mengira
sebelumnya bahwa Dewi Nawang Sari tentu sangat berkepentingan bertemu dirinya.
Tak lama masuklah seorang puragabaya yang diiring pengawal rumah tangga Mpu
Tunggah. Puragabaya ini adalah seseorang yang ditugaskan menjadi kepala
keamanan di kediaman Dewi Nawang Sari. Setelah berada didepan Mpu Tunggah,
puragabaya yang bernama Jalak Suta memberikan salam hormat dengan merapatkan
kedua telapa tangannya di depan dada dan kepalanya ditundukkan sejenak.
Mendapat salam dari seorang puragabaya, Mpu Tunggah pun berdiri dari kursi nya
dan membalas salam dengan hal yang sama kepada tamunya itu.
Dalam strata
kepangkatan di kerajaan, posisi Puragabaya adalah salah satu jabatan yang
diberikan oleh raja untuk secara khusus mendampingi keluarga istana dan pejabat
penting di kerajaan. Mencapai tataran puragabaya tentu tidaklah mudah, dia
harus melewati berbagai macam ujian... dari ujian ilmu kesaktian,
kesusasteraan, keagamaan dan lain-lainnya yang tak dapat disebut satu persatu.
Sehingga kesetian dan kemampuan seorang puragabaya tentu sudah pilih tanding.
Hal ini lah juga yang membuat Mpu Tunggah harus berhati-hati menghadapi
tamunya.
Masih dengan senyum
yang mengembang, Mpu Tunggah mendekati tamu nya dan memeluk sebagai sambutan
kehangatan darinya, “angin apa yang membawa raden bersusah payah kemari ?”
“Maaf atas kedatangan
saya yang mendadak dan tiba-tiba, Mpu.... “. Ucap Jalak Suta berjalan beriring
dengan Mpu Tunggah, mereka menuju ruang tamu yang berada di sebelah ruang
kerja. Suasana disamping terlihat asri oleh tatanan tangan yang terampil,
sehingga siapapun yang duduk disana akan merasakan aura ketenangan dan seolah
menyatu dengan alam.
“Ah, tidak ada yang
perlu dimaafkan raden... kebetulan saya sedang juga belum ada yang meminta
kehadiran saya....”.
Mpu Tunggah mengangguk
dan masih dengan senyum yang selalu hadir diwajah tuanya. Usianya sudah
menginjak 60 tahun lebih, sudah lama berkecimpung dalam dunia kehidupan yang
penuh warna sehingga ia pun sudah dapat menebak apa maksud kedatangan seorang
puragabaya sekelas Jalak Suta.
“Saya ingin
menyampaikan pesan dari Kanjeng Dewi Nawang Sari...”. Wajah Jalak Suta terlihat
serius, sementara Mpu Tunggah mengelus janggut nya yang berwarna putih dan
berkata, “Silahkan raden...”.
Kanjeng Dewi ingin
bertemu empat mata dengan Mpu di kediaman beliau.....”, Jalak Suta melirik pada
Mpu Tunggah. Tak ada dari gerak tubuh orang tua yang dihadapannya itu yang membuatnya
terkejut atau lainnya, hanya menggut-manggut. Tetapi dalam hati puragabaya
Jalak Suta, Mpu Tunggah pasti sudah tahu akan maksud kedatangannya itu. Ia pun
sudah mengetahui siapa orang tua yang dihadapannya dan sikap apa yang selama
ini diambil pun sudah ia dipahami..... semua diketahui dari kumpulan laporan
telik sandi.
“Oh, ya tentu saya akan
menemui Kanjeng Dewi... kapanpun diperlukan kehadiran saya disana akan segera
dilaksanakan”. Mpu Tunggah kemudian memanggil pelayan di rumahnya untuk menjamu
tamunya. Kemudian dia melanjutkan berbincang dengan puragabaya Jalak Suta,
“rencana Kanjeng Dewi kapan ingin bertemu ?”.
“Secepatnya Mpu.....
saya ingin memastikan kesediaan waktu Mpu untuk pertemuan. Kemungkinan malam
ini..”.
“Ya... ya.... , tentu
saya pasti akan siap untuk bertemu dengan Kanjeng Dewi..... Oh, ya bagaimana
khabar nya ? Saya sudah lama tidak berbincang-bincang.... “.
Wajah Puragabaya yang
sebelumnya terlihat tegang sudah mulai terlihat santai manakala Mpu Tunggah
menerima nya tanpa ada terlihat sesuatu yang mencurigakan, apalagi pelayan
rumah tersebut datang membawa wedang sere dan jajanan sebagai teman minum.
“Baik saja selama ini
dan salam dari Kanjeng Dewi untuk Mpu dan keluarga....”.
“Terimakasih raden,
sampaikan terimakasih saya atas perhatian dari Kanjeng Dewi...”. Ujar Mpu
Tunggah sambil kemudian mempersilahkan tamunya menikmati sajian yang telah
terhidang. “Silahkan raden, diminum dan ada sedikit jajanan”.
“Oh, ya Mpu....terimakasih”,
balas puragabaya itu sambil menggerakkan tangannya mengambil minuman dan
menjumput lemper. Selanjutnya terjadi pembicaraan ringan antar keduanya, namun
tak sedikitpun membahas apa yang menjadi tujuan dari Dewi Nawang Sari yang ingin
bertemu dengan Mpu Tunggah.
Tak lama setelah tugasnya
tercapai menemui Mpu Tunggah yang sedianya akan bertemu dengan Dewi Nawang Sari
dan berbicara selayaknya seorang tamu, Puragabaya Jalak Suta pun berpamit
kepada tuan rumah untuk kembali ke tempat tugasnya untuk menyampaikan hasil
yang diperolehnya.
Mpu Tunggah masih
sempat mengantar tamunya hingga di depan rumahnya, dan dari samping rumah
terlihat seorang pekatik membawa kuda tunggangan Puragabaya Jalak Suta. Dalam
sekejap Puragabaya Jalak Suta pun telah meninggalkan kediaman Mpu Tunggah.
Semakin lama semakin hilang dari pandangan mata, saat Puragabaya Jalak Suta
membelokkan kudanya ditingkungan ujung jalan.
Mpu Tunggah masih
berdiri di teras rumahnya, matanya seolah menatap sisa debu yang beterbangan
saat dilewati kuda Puragabaya Jalak Suta. Tetapi sebenarnya dia sedang
termenung memikirkan apa yang akan dibicarakan nanti oleh Dewi Nawang Sari dan mengira-ngira
apa yang akan diperbuatnya saat bertemu.
Sambil menerawang dalam
pikiran dan menyusun strategi bagaimana dan apa yang akan dilakukannya itu, Mpu
Tunggah kemudian berbalik berjalan menuju ruang kerja nya. Buku lontar tua yang
dibacanya tadi disimpan dalam sebuah tabung bambu yang sudah kering dan
disimpan nya agak tersembunyi. Setelah itu ia kembali menerawang dan berpikir,
hingga akhirnya tampak seulas senyum terpancar dari wajahnya. Ia sudah dapat
pemecahan yang dianggapnya mudah dan tak membahayakan dirinya.
Dia faham akan
keinginan Dewi Nawang Sari yang akan menyingkirkan Putri Kadita, apapun
caranya. Tetapi jika dia melibatkan dirinya terlalu dalam dan nampak dalam
jelas akan keterlibatannya tentu bisa saja ia nanti akan dihukum picis atau
bahkan di pancung oleh rajanya. Mpu Tunggah tak akan sebodoh itu, untung saja
kejadian meracun kemarin gagal... jika tidak tentu dirinya akan tersangkut
masalah. Karena kedatangan emban Dewi Nawang Sari ke tempat tinggalnya sangat
terbuka dan jelas mudah terlihat oleh orang ataupun siapa saja yang menjadi
telik sandi kerajaan ataupun Dewi Sekarwati atau siapa saja yang tak
menyenanginya...... .
Dua hari kemudian di
malam hari, Mpu Tunggah telah berada di ruang tamu di kediaman Dewi Nawang Sari
setelah sore harinya tiba sebuah undangan yang meminta kehadirannya untuk
sebuah nasihat spiritual, undangan itu dibawa oleh seorang prajurit.
Penjagaan pertemuan
keduanya sangat ketat sekali dan berlapis-lapis, tujuannya tak lain adalah agar
tak ada pembicaraan yang bocor. Tetapi diruangan tempat pertemuan hanya ada
Dewi Nawang Sari dan Mpu Tunggah, tetapi diluar penuh dengan prajurit penjaga
yang hilir mudik.
Dewi Nawang Sari duduk
disebuah kursi tamu dan Mpu Tunggah diseberangnya, depan mereka sudah disiapkan
buah, makanan dan minuman yang menemani selama pertemuan itu.
“Silahkan Mpu mencicipi
hidangan.....”, Dewi Nawang Sari memulai pembicaraan. Sang tamu mengangguk dan
beranjak mengambil buah sebagai tatacara menghormati tuan rumah yang telah
mempersilahkan dirinya mencicipi hidangan yang telah disediakan.
“Terimakasih Kanjeng
Dewi...”, ucap Mpu Tunggah selanjutnya ia menikmati buah itu.
“Mungkin Mpu sudah
memperkirakan tujuan saya mengundang kemari ?” Tanya Dewi Nawang Sari yang
memancing pengetahuan tamunya akan apa yang dilakukan nya dan tujuan selama ini
dan bahkan akan kegagalan atas upayanya.
Mpu Tunggah memejamkan
matanya dan menghela nafas dalam-dalam, kemudian berkata, “maafkan pengetahuan
hamba yang semakin sempit Kanjeng Dewi, hamba hanya seorang tua yang sudah
semakin lamur matanya dan lambat geraknya..... “. Wajah Mpu menyiratkan
keteduhan hatinya dan berkata lagi, ”jika hamba salah bicara, hamba mohon ampun.
Menurut yang hamba perkirakan, Kanjeng Dewi ingin membahas tentang suksesi
Abhiseka Kerajaan Pajajaran.”
Sulit sebenarnya Mpu
Tunggah menjawabnya, dadanya sendiri berdegup kencang. Bisa saja jawabannya
justru menjadi akhir hidupnya, selain memiliki pasukan yang dikenal cukup
telengas dan kejam.... Dewi Nawang Sari sendiri adalah orang yang sangat
ambisius soal tahta kerajaan sehingga sulit diduga hatinya. Ia sendiri, agar
terlihat seolah tak mengetahui apa yang terjadi, pergi ke pertemuan ini dengan
tanpa pengawalan khusus. Sebuah resiko yang dianggapnya cukup pas dalam
memainkan perannya.
Dewi Nawang Sari
tersenyum mendengar jawaban dari Mpu Tunggah, ia cukup senang dengan jawaban
itu. Ia juga sebenarnya mengetahui siapa Mpu Tunggah dan tentunya sebagai
Penasihat Spiritual, sang raja pasti paling tidak pernah membicarakan hal
tersebut kepadanya.... dan sudah pasti sudah memahami akan keinginannya agar
putrinya sebagai pewaris tahta. Ia ingin agar Mpu Tunggah mendukung langkahnya.
“Ya, Mpu..... tak ada
yang salah apa yang disampaikan. Saya ingin dukungannya mengenai Putri Tunjung
Kedaton putri semata wayang ini...”.
Mpu Tunggah menarik
nafas dan seulas senyum yang menyejukkan hati, “saya tentu sangat mendukung apa
yang Kanjeng Dewi upayakan, segala tindakan dan pikiran yang ada pada hamba akan
diperuntukkan dalam mewujudkan cita-cita agung ini...”.
Kemudian setelah
meyakini bahwa Mpu Tunggah bersedia berdiri pada pihaknya, Kanjeng Dewi
menceriterakan dari awal hingga upaya terakhirnya yang gagal itu. Namun karena
waktu yang membatasi, diskusi dan rencana-rencana serta kesepakatan antara Mpu
Tunggah dan Dewi Nawang Sari dilakukan beberapa kali. Salah satu kesepakatan
yang utama adalah jika suksesi Abhiseka hingga menjadi penguasa dipegang oleh
Putri Tunjung Kedaton, Mpu Tunggah akan menjadi penasihat utama atau
mahapatihnya dan diberikan suatu wilayah otoritas dalam kerajaan pajajaran.
Tetapi permintaan atau
syarat yang diminta oleh Mpu Tunggah, tidak dipermasalahkan oleh Dewi Nawang
Sari. Ia setuju atas permintaan penasiha spiritual sang raja, yang penting ia
punya sekutu untuk mewujudkan cita-citanya. Mpu Tunggah adalah seorang pemikir
yang sangat cemerlang, jika sang penasihat spiritual itu memberikan ide-idenya
diharapkan upaya nya yang selama ini gagal akan sukses mencapai hasilnya yang
maksimal.
Sang raja tidak
mengetahui atas tindakan selir yang berusaha makar dibelakang nya dengan
bersekutu dengan penasihat spiritualnya sendiri. Ia masih memikirkan kegiatan
rutinitas dan kelangsungan kerajaannya yang mendapatkan tentangan dari Dewi
Nawang Sari. Tetapi sebagai seorang raja yang telah banyak asam garam dalam
hidupnya, dia sendiri sudah merasakan hal tersebut dari ketajaman rasa.
Namun, saat ini ia
ingin lebih dekat dengan Sang Hyang Widhi. Diluar sana, kerajaan tetangga tengah
berkembang pesat suatu ajaran tentang kehidupan dunia dan akhirat. Dalam renungan
meditasinya pun ia sudah mendapat wisik tentang ajaran tersebut. Ajaran yang
mengajak umat manusia pada kebenaran yang hakiki dan akan berkembang pada
wilayah kekuasaannya di masa yang akan datang dan akan menaungi ajaran-ajaran
sebelumnya.
Raja Munding Wangi
adalah raja yang bijak dan waskita, tetapi sebagai manusia biasa ia adalah
makhluk yang tak sempurna. Upaya Dewi Nawang Sari yang menentang keputusan
seorang penguasa seharusnya sudah mendapat ganjaran dengan hukuman, namun itulah
jiwa welas asih tetapi juga kelemahan sang raja menjelang masa akhir
pemerintahannya....
Di malam yang dihiasi
hujan gerimis, di kediaman Dewi Nawang Sari, terlihat kehadiran Mpu Tunggah. Disaat
terakhir pertemuan itu Mpu Tunggah menyampaikan semua rencana tindakan nya
hingga sampai tujuan Dewi Nawang Sari tercapai. Tidak hanya itu saja yang
disampaikannya, tetapi segala rencana cadanganpun disampaikan juga hingga
sedetail-detailnya.
Betapa senangnya Dewi
Nawang Sari melihat dan mendengar rencana yang disampaikan oleh Mpu Tunggah.
Jika dilakukannya sendiri tentu tak seperti apa yang dilakukan oleh sekutunya
itu.
Rencana pertama yang
diusulkan oleh Mpu Tunggah yang menjadi penasihat spiritual sang raja tak kalah
kejam apa yang pernah dilakukan selir raja yaitu Dewi Nawang Sari. Sang Mpu
menyarankan agar Dewi Nawang Sari mencari seorang dukun ilmu hitam yang sakti,
dengan ilmu hitamnya sang dukun harus dapat melenyapkan Putri Kadita.
KI PATI
SANG PENELUH PUTRI KADITA
Dibalik pegunungan Sumbing dan
pegunungan Merbabu yang berdiri kokoh dan dihiasi oleh rapatnya pepohonan yang
menghijau, awan putih selalu menghiasi hutan tersebut setiap saat dan saat
siang hari udara disana tetap dingin. Diantara lebat pepohonan itu, ada sebuah
dusun yang sangat terpencil dan jarang dikunjungi orang. Dusun itu bernama
Kalangga di bawah pemerintahan Dukuh Pedalaman.
Rumah penduduk yang tinggal di dusun itu pun tak banyak dan rumah mereka
rata-rata berjauhan, kebanyakan mereka bekerja sebagai peladang dari hutan
rimba. Namun karena semakin banyak yang datang berladang .... akhirnya di
bentuklah sebuah dusun.
Karena terpencil dan jauh dari
kehidupan masyarakat luar, dusun itu kadang jadi tempat pelarian para begal dan
rampok yang ingin bertobat atau bersembunyi dari kejaran prajurit kerajaan.
Memang tepat lah jika ada manusia yang ingin mengasah ilmu atau melakukan tapa
brata, selain diapit dua pegunungan besar yang juga masih banyak dikuasai para
dedemit, danyang dan jin marakahyangan. Namun ada seorang di dusun itu sering
melakukan tapa brata dan ngelmu yang didapat dari para penguasa gaib disana,
dia lah disebut oleh masyarakat setempat dengan panggilan Ki Pati.
Sehari-hari kehidupan Ki Pati
sebagaimana penduduk lainnya adalah berladang, namun disaat-saat tertentu dia
sering melakukan olah bathin. Dari olah bathinnya itu Ki Pati mengenal para
lelembut di pegunungan Sumbing maupun Merbabu, dan banyak ilmu yang bersifat
kebathinan yang dikuasainya. Sehingga berbekal kemampuannya tersebut Ki Pati
juga seringa membantu jika keahliannya diperlukan, sehingga disekitarannya
tinggal hingga sampai diluar Desa Pedalaman namanya cukup dikenal. Hanya ada
kekurangan yang ada pada dirinya, semua permintaan pertolongan entah itu baik
atau buruk diterimanya dan dibantu walau harus menghilangkan nyawa orang
sekalipun.
Beberapa saat lalu, ia telah
mendapat wisik dari para lelembut di gunung sumbing saat melakukan tapa
brata.... bahwa akan terjadi sesuatu yang melibatkan dirinya. Kejadiannya
disebuah gua tempat biasa Ki Pati melakukan tapa brata. Pada malam terakhir
melakukan pati geni sebagai penutup ilmu yang dipintanya dari lelembut penguasa
gunung itu, masuklah dari depan gua sesosok raksasa bermata sebesar piring
dengan rambut bergelombang dan perut besar. Gigi taring bawah makhluk itu
menyeruak keluar dari mulutnya mendekati Ki Pati yang sedang bermeditasi.
Bergetar tubuh Ki Pati saat
melihat makhluk itu mendekatinya, tetapi sebagai seorang yang telah malang
melintang dalam dunia kasat mata.... ia tak merasa gentar. Hanya beberapa meter
dari tempatnya bermeditasi makhluk itu berhenti dan menatap tajam Ki Pati.
Kedua nya bertatapan seolah saling mengukur kekuatan...
“Ki Pati..., aku Ki Donopati penguasa
dari alas ini”, makhluk itu berkata memecah keheningan. “Aku ingin memberimu
suatu ajian dari hasil laku mu dan sebuah pesan......”.
Sebenarnya, jantung Ki Pati
sendiri serasa copot. Ia bukan seorang ahli kanuragan, tetapi ia tak akan
gentar menghadapi makhluk menyeramkan yang datang kepada nya itu. Ia berpikir
bahwa ia masih mampu menghadapi makhluk itu dengan kekuatan bathinnya dan
mantra penakluk makhluk halus yang telah dikuasainya. Mendengar bahwa makhluk
itu bukan ingin menyerangnya, Ki Pati menghela nafas panjang walau dadanya
masih bergemuruh... mungkin pengaruh dari perbawa Ki Donopati yang terlalu kuat
bagi dirinya.....
“Terima kasih untuk Ki Donopati
Penguasa Alas yang telah berkenan memberikan ajiannya......”, jawab Ki Pati.
Kemudian katanya lagi,” apa yang selanjutnya dilakukan agar aku dapat menerima
ajian itu?”
“Pejamkan saja matamu, Ki
Pati.....”.
Masih dengan posisi meditasi, ia
menuruti apa yang diperintahkan oleh makhluk itu. Ia tak perduli apakah makhluk
yang mengaku bernama Ki Donopati itu berbohong atau tidak, benarkah penguasa
dari Alas Lereng Gunung Sumbing ? Dan lain-lain tidak di fikirkannya. Ia sangat
yakin karena laku terakhirnya sudah selesai dan dengan hadirnya makhluk
didepannya sekarang ini.
Kedua tangan Ki Pati bersatu
didepan dadanyadan dengan mata terpejam, sementara itu Ki Donopati yang berujud
menyeramkan juga duduk bersila disebuah batu diseberang Ki Pati. Mulutnya
bergerak-gerak seperti mengucapkan sebuah mantra namun tak terdengar jelas,
tapi bagi Ki Pati apa yang diucapkan itu sangat jelas dan terekam dalam
benaknya. Kemudian Ki Donopati menggerak-gerakkan kedua tangannya dengan kedua
belah telapak nya menghadap keatas, tubuhnya bergetar dan tak lama di antara
kedua telapak kanannya muncul cahaya merah.
Dengan hentakkan ringan, kedua
tangannya mengarah ke Ki Pati yang duduk bersila dan cahaya merah itu melesat
lalu masuk kedalam tubuhnya. Malam yang gelap dalam sebuah goa, sempat
berpendar cahaya merah jika dilihat dari luar. Malam itu juga, usai lah lelaku
yang dijalankan Ki Pati untuk dapat menguasai sebuah ilmu yang sangat kuat
telah masuk dalam dirinya.
Di dalam goa.... Ki Donopati
memberikan pesan kepada Ki Pati sebelum ia kembali ke asalnya......
“Dalam beberapa saat kedepan akan
ada tamu dari jauh mencari mu, bantu lah dengan menggunakan kemampuan yang hanya
engkau seorang mampu menguasai nya berasal dari leluhurmu, Ki Pati....”
“Ilmu dari leluhur ku ? Dan siapa
mereka ?”
“Tunggulah nanti engkau akan
mengetahuinya, mereka mencari orang yang mumpuni masalah olah bathin. Dengan
Ajian Racun Terbang turunan leluhurmu, tak ada seorangpun dimuka bumi ini yang
sanggup menghindarinya. Engkau akan melaksanakan permintaan tamu dari jauh
itu....”.
Ki Pati menekur sejenak dan
menatap batu yang didudukinya, berarti dengan ajian racun yang hanya
dimilikinya ini sebenarnya dia malah diminta untuk memenuhi keinginan tamu yang
akan menemuinya nanti. Apa gunanya pesan itu bagi dirinya ? Seberapa penting
nya ? Pikirannya berputar cepat dan....
“Baik..!”. Jawab Ki Pati sambil
memantapkan hatinya, ia memang tidak perduli apakah benar atau salah cara yang
dilakukan ataupun dikerjakannya. Selama ini ia juga hidup dari kemampuan ilmu
nya, apakah disuruh mengobati atau menyakiti tetap diterimanya. Dengan alasan
kehidupan, ia mau melakukan apa saja yang dipinta orang-orang selama ini.
Padahal lebih banyak bertumpu kepada nafsu duniawi dengan alasan ingin
mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Setelah kepulangan Ki Donopati,
ia pun pulang meninggalkan goa setelah mengemasi barang-barang nya selama
nglakoni menuju rumahnya.
Jauh di ujung barat, pencaharian
terhadap orang yang memiliki kemampuan tinggi dalam olah bathin tidak semudah
yang dikira.... dari seluruh wilayah kerajaan, para utusan Dewi Nawang Sari
telah banyak menemui para ahli ilmu kebathinan yang bersedia melakukan
perbuatan keji menyingkirkan putri Kadita. Mulai dari mengirim makhluk-makhluk
tak kasat mata, pulung atau sejenisnya.... semua tak ada yang mampu membuat
sang putri jatuh sakit atau mati.
Sebenarnya bukan para dukun teluh
itu yang tak mumpuni dalam hal menyerang dari jarak jauh, tetapi perlindungan
putri Kadita sangat sedemikian sulit ditembus. Bukan pula karena putri Kadita
memiliki ketinggian ilmu, tetapi itu adalah campur tangan ibunda Putri Kadita
yang sangat sakti. Kemampuan sang ibunda putri sebagian masih dapat dikuasai,
sehingga sedaya upayanya melindungi keturunannya dari segala niat jahat Dewi
Nawang Sari. Tentu saja Dewi Sekarwati mengetahui apa saja yang diupayakan Dewi
Nawang Sari untuk menggapai maksudnya, termasuk mencari dukun teluh yang
diperintahkan untuk melenyakpkan putri tertuanya itu. Informasi yang didapat
juga berasal dari para telik sandi yang setia kepadanya.
Namun, semampunya Dewi Sekarwati
yang berusaha melindungi putri Kadita, sebagai manusia ia juga banyak
kekurangannya dan ia menyadari itu. Ia teringat telah memberikan patrem emas yang dibawanya dari Kahyangan, sebuah patrem warisan dari leluhurnya yang diberikan
secara turun temurun dan diantara 7 saudari nya yang menjadi bidadari kahyangan
hanya Dewi Sekarwati yang dipercayakan untuk memegang patrem tersebut semenjak
ia memutuskan untuk menjadi manusia dan mendmpingi suaminya menjadi Raja
Pajajaran.
Patrem itu tak pernah lepas dari
dirinya, benda itu selalu tersimpan dibalik lipatan pakaian yang dikenakan
sehari-hari. Itulah yang juga melindunginya dari segala perbuatan jahat yang
berbentuk energi jahat. Ia kemudian merasa tenang karena telah menyerahkan kepada putrinya Kadita. Namun timbul kebimbangan dalam dirinya kembali, apakah selalu dibawa terus oleh putrinya itu atau tidak ?
“Emban, pergilah ke keputren
putri Kadita, sampaikan kepadanya nanti malam saya akan bertemu dengannya di
sini...”, Dewi Sekarwati menitipkan pesan kepada salah satu emban yang
melayaninya.
“Baik Ibu Ratu... hamba segera
menyampaikan kepada Tuan Putri Kadita”, jawab emban dengan takzim. Ia pun
setelah itu beringsut pergi melaksanakan apa yang diperintah kan oleh
junjungannya itu.
Sesampai di keputren, di kamar
sang putri dan juga setelah melewati beberapa penjagaan yang ketat barulah ia
dapat bertemu dengan sang putri yang cantik jelita. Wajarlah jika kecantikannya
menjadi buah bibir tidak hanya seantero Kerajaannya tetapi hingga ke manca
negara dan tak sedikit para raja atau pangeran yang ingin mempersunting sang
putri. Sebagai seorang wanita, emban itu pun sangat terkagum-kagum melihat
kecantikan sang putri.
Emban Dewi Sekarwati duduk
bersimpuh dengan wajah menatap lantai, tak berani ia menatap langsung wajah
cantik Putri Kadita yang berjalan mendekatinya.
“Bukan kah engkau emban Sukesih
dari tempat nya ibunda ?“ terdengar suara
lembut putri Kadita saat mendekati emban utusan tersebut.
“Benar, tuan putri..... hamba
sungguh sangat tersanjung karena masih ingat dengan saya...”, seulas senyum
menghiasi wajah emban Sukesih saat namanya disebut. Bangga sekali, dirinya yang
hanya orang kecil masih lekat dalam ingatan putri yang cerdas itu. Dia termasuk
jarang bertemu dengan Putri Kadita, jika ada pertemuan antara ibu dan anak
tersebut... dirinya sering tidak diikutkan mendampingi, tetapi para emban
lainnya lah yang ditugaskan. Memang dia pernah bertemu dengan putri Kadita Dulu, itu pun sudah belasan tahun yang
lalu.... saat dia pertama kali diterima menjadi emban di istana
“Ada apa gerangan, emban ?”
“Hormat, tuan putri... hamba
diutus oleh Ibunda menyampaikan sebuah pesan..”
“Pesan apakah itu ?” Sang putri
menjadi penasaran.... ia kemudian menggeser tempat duduknya menjadi lebih dekat
dengan emban itu.
“Ibunda Putri Kadita ingin
berbicara secara empat mata nanti malam di kediaman beliau....”.
“Apakah emban Sukesih mengetahui
perihal saya dipanggil ibunda ?” Tanya sang putri.
“Hamba tidak mengetahui nya, tuan
putri.... maafkan kekurangan hamba”. Emban Sukesih menjawab sambil
menggelengkan kepalanya sambil tetap wajahnya tertunduk sebagai tanda tetap
menghormati kedudukan Putri Kadita, walau sebenarnya dia sangat risih berada
berdekatan. Harum tubuh sang putri menebar dalam rongga hidungnya, pantas lah
selain wajah yang rupawan juga terpancar harum dari tubuh sang putri yang dapat
membuat siapa saja bagaikan tersihir tak ingin berjauhan. Memang aroma itu
sudah ada dalam tubuh sang putri sejak dia dilahirkan, mungkin sebagai tanda
atau ciri masih ada darah dari kahyangan.
“Baiklah, emban... sampaikan
kesediaan saya akan bertemu dengan Ibunda”, Kadita tak ingin memaksa emban
Sukesih.
“Kalau begitu, hamba mohon
perkenan tuan putri untuk kembali menyampaikan pesan tuan putri”.
Kadita tersenyum dan mengangguk,
dengan beringsut emban Sukesih meninggalkan ruangan itu. Dia langsung bergegas
kembali untuk melaporkan apa yang dilakanakan sebagaimana permintaan Dewi
Sekarwati.
Sementara itu, Dewi Nawang Sari
sedang gundah gulana... dia duduk melamun dan sesekali menghela nafas sambil
meremas-remas sapu tangan suteranya. Suasana hatinya sedang memburuk, karena
sudah empat pekan upaya nya belum menampakkan hasil. Padahal sebelum melaksanakan
rencana ini, ia sangat yakin sekali berhasil. Tetapi jangan kan untuk menuai
sukses atas rencananya itu, sakit ringan pun tidak tampak pada putri Kadita.
Hatinya pun berkata-kata mencari
jawaban, sudah seluruh penjuru wilayah kekuasaan Pajajaran yang memiliki
kemampuan teluh didatangi oleh pasukan khususnya. Tetapi tak satupun berhasil,
apakah sudah tak ada orang yang sakti lagi atau putri Kadita memang memiliki
pelindung yang melebihi dari ahli tenung di Pajajaran ?
Matahari sudah memancarkan cahaya
kemerahan tanda bumi persada akan menuju senja, sementara di antara bulak bulak
panjang menuju ibukota terlihat dua orang penunggang kuda memacu kudanya dengan
kecepatan tidak terlalu tinggi. Mereka adalah pasukan khusus yang ditugaskan
puragabaya Jalak Suta, pakaian mereka seperti seorang rakyat biasa agar tidak
terlihat menyolok dan laju kudanya pun biasa layak nya orang berkuda dengan tak
tergesa-gesa ... karena andai di pacu kencang justru akan menarik perhatian
masyarakat desa setempat.
Tak ada suara yang terucap dari
mulut mereka, setelah melewati bulak
panjang... baru lah kudanya di pacu lebih kencang. Jarak antara pinggiran
ibukota dan istana cukup lumayan jauh,
sehingga dengan memacu lebih cepat kudanya diharapkan oleh mereka sampai di
Istana tidak kemalaman. Karena ada berita baru yang akan dilaporkan segera
kepada puragabaya Jalak Suta, sepertinya terlihat penting.
Mereka menghentikan kudanya
setelah sesampai dikediaman puragabaya Jalak Suta, dengan muka yang masih
bersaputkan debu. Setelah menambatkan kudanya mereka dihampiri oleh prajurit
yang menjaga kediaman puragabaya Jalak Suta.
“Hai, Ji.... ,” sapa prajurit
jaga kepada salah satu kedua penunggang kuda itu. Mereka dalam satu kesatuan
sehingga saling mengenal sama lainnya.
Suraji di sapa temannya balik
bertanya,” Puragabaya ada ditempat ?”
“Tuan Jalak Suta sedang tidak
ditempat, petang tadi sudah dikediaman Kanjeng Dewi Nawang Sari...”.
“Oh, ada disana..”. Suraji paham
pasti ada sesuatu, dia kemudian memandang teman seperjalanannya berkuda dan
berkata, “kita segera menyusul kesana..”.
“Baiklah, ayo segera...!” Ucap
temannya, setelah berpamitan kepada temannya mereka melarikan kudanya.
Sesampai di tujuan, mereka segera
meminta menghadap Jalak Suta dan dari informasi prajurit jaga mereka diantar ke
ruang pertemuan. Disana telah ada Mpu Tunggah, Dewi Nawang sari, Jalak Suta dan
beberapa orang lainnya. Melihat kedatangan 2 orang prajuritnya yang masih
bersimbah peluh dan terlihat letih, Jalak Suta kemudian bertanya kepada
mereka...
“Apa yang ingin kalian laporkan ?”
“Ampun tuanku..., hamba berdua telah
melintasi batas wilayah hingga ke Pegunungan Sumbing dan Merbabu. Disana
berdasarkan pengamatan hamba ada seseorang yang tak tertandingi kemampuan teluh
nya dan bertempat tinggal di tengah hutan”.
“Apakah benar demikian ?”
Terdengar suara Mpu Tunggah.
“Demikian Tuanku.....
kemampuannya sangat mengerikan dan sudah turun temurun dan orang tersebut masih
selalu melakukan tapa mempertajam kemampuan bathinnya...”
Dewi Nawang Sari ikut berbicara, “Apakah
dia bersedia melakukan apa yang menjadi keinginan kita ? Siapa nama orang itu ?”
Kedua prajurit yang melapor itu
saling berpandangan dan yang bernama Suraji menjawab, “ menurut informasi yang
didapat, nama nya adalah Ki Pati. Nama nya pun sesuai dengan kemampuannya
menghilangkan nyawa lantaran ilmu yang dimilikinya itu. Orang tersebut mau
melakukan apa saja dengan imbalan sepantasnya”.
Mpu Tunggah terlihat menarik
nafas, selama ini ia juga merasa kecewa karena sudah beberapa lama rencana
mereka belum berhasil. Tidak terpikir olehnya untuk mencari orang yang memiliki
kemampuan teluh hingga diluar wilayah kerajaan Pajajaran, mengingat ia merasa
yakin cukup di wilayah pajajaran saja rencana mereka akan berhasil dengan baik.
Ternyata semua tak semudah yang direncanakan.
“Bagaimana Kanjeng Dewi ?” Mpu
Tunggah bertanya kepada Dewi Nawang Sari.
“Laksanakan saja.....kita harus
mencari dimanapun dimuka bumi ini orang yang mampu mewujudkan rencana ini...”.
Wajah Dewi nawang Sari terlihat menegang. “Apapun keinginan orang itu, asal
mampu melaksanakan akan kita berikan.... tetapi jika tidak, bunuh lah...!”
Mpu Tungggah mengangguk-angguk
tanda setuju dan berkata pada Jalak Suta, “sebaiknya puragabaya Jalak Suta
sendiri besok pagi-pagi diiringi beberapa prajurit telik sandi pergi kesana dan
persiapkan lah bekal selama perjalanan dan hadiah untuk Ki Pati....”.
Mendengar ucapan Mpu Tunggah,
Jalak Suta memandang ke arah Dewi Nawang Sari .
“Laksanakan apa yang disampaikan
Mpu Tunggah, Jalak Suta...”. Ucap Dewi Nawang Sari.
“Hamba laksanakan, Kanjeng
Dewi.....”.
Sesaat kemudian Jalak Suta
beserta dua orang prajuritnya yang baru menghadap tadi telah meninggalkan
tempat pertemuan itu dan mereka menuju ke kediamannya. Mereka harus
mempersiapkan segala sesuatunya untuk keberangkatan esok pagi sebelum matahari
naik memancarkan sinarnya. Karena jika suasana masih gelap tentunya tak akan
manarik perhatian dari telik sandi prajurit diluar kekuasaan Sang Dewi Nawang
Sari dan Mpu Tunggah.
Di kediaman Dewi Sekarwati, Putri
Kadita sedang berbincang dengan ibundanya....
“Ada apa Ibunda.... “ Tanya
Kadita, matanya yang jernih menatap ibundanya sambil memegang tangan Dewi
Sekarwati.
“Tidak ada apa-apa anakku,”
ditatapnya sang putri tertuanya itu dengan dalam. Sambil membelai lebatnya
rambut Kadita, air nya menetes membasahi pipi Dewi Sekarwati.
“Katakanlah Ibunda, kenapa sampai
meneteskan air mata ? Hati ini pun serasa sakit melihat air mata itu menetes.....
apakah ananda berbuat salah sehingga menyusahkan Ibunda ?” Desak Kadita dan matanya
juga serasa mengembang hingga ia juga meneteskan air matanya.
Keduanya berpelukan dan saling
bertangisan, cukup lama mereka seperti itu.... seolah saling membagi rasa.
Setelah itu ibunda Putri Kadita memegang
pundak putri nya dan berkata, “didepan jalan kehidupan banyak yang berusaha
merintangi dirimu, anakku...”. Kadita hanya mengangguk.
“Masihkah engkau simpan cundrik
emas yang pernah ibunda berikan kala itu ?”
“Masih ada, ananda selalu
membawanya kemana pun pergi...”.
Sambil menghela nafas panjang,
Dewi Sekarwati mengangguk dan berkata lagi, “jangan sesekali engkau lupa
membawanya dan engkau jangan berputus asa apapun yang terjadi menghalangi
setiap langkah mu.....”.
“Ananda akan selalu
mengingatnya... “,Kadita tersenyum manis berusaha menenangkan hati ibundanya.
“Tidur lah, semalam disini.
Ibunda merasa rindu bersamamu...”.
“Iya, Ibunda...”. Malam itu
Kadita bermalam di kamar ibunda Dewi Sekarwati, sejak berangkat remaja para
putri sudah dipisahkan dengan orang tuanya dan ditempatkan di Keputren. Ia
sendiri merasa kangen juga karena sudah lama tidak tidur bersama sang ibunda.
Di Kediaman Puragabaya Jalak
Suta, semalaman mereka mempersiapkan diri untuk keberangkatan besok. setelah
selesai segala persiapan dan tidak ada kurang satu apapun. Suraji dan temannya
membersihkan diri dan beristirahat untuk perjalanan jauh. Sedangkan Jalak Suta
telah pula beristirahat. Malam semakin merangkak jauh, binatang malam saling
memperdengarkan suaranya untuk menarik mangsa atau mencari pasangan.
( bersambung )